“Ibu, ada apa?” Vedra mendekati sang ibu, mencium punggung tangan wanita itu, lantas merebahkan kepalanya di tepi ranjang. “Cepet sembuh, ya. Ve udah kangen ngobrol sama
Ibu.” “Maafm Ibu, Ve. Tcmui ayah kamu.”
Ibunda Vedra mulai menangis. Tubuhnya bergetar membuat wanita itu tak dapat meneruskan kata-katanya. “Temui ayah
kamu. ”
“Maksudnya gimana?” Vedra bingung, ayah yang ia kenal sudah meninggal sepuluh tahun lalu. “Istirahat aja, Bu,” bujuk Vedra yang mulai cemas dengan kondisi sang ibu.
Suryani-ibunda Vedra-menuruti katakata sang putri. Perlahan tangisnya terhenti. Ia berusaha mengistirahatkan din'. Tetapi, tak ada yang pemah menyangka bahwa wanita bertubuh renta itu menutup mata untuk selamanya.
“Minum dulu, Ve,” suguh seorang wanita tua seraya memberi gelas berisi rninuman teh manis hangat. Tangan keriput itu mengelus rambut panjang Vcdra. “Wajah kamu pucat sekali. Nanti kamu sakit kalo nggak mau makan atau minum. Jangan bikin ibu kamu sedih dalam pusara, Nak.”
Vedra menyeka air mata yang menetes. “Aku relakan kepergian Ibu. Tapi, masih ada
EmoticonEmoticon