YANK MORGAN, seorang bujangan, penjudi, penyuka wanita, dan sama sekali tidak siap dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Tiga gadis kecil dengan tinggi berurutan dan memakai gaun serupa berdiri menatapnya dengan mata membelalak dan ekspresi penuh harap. Me' reka anak-anak saudarinya. Masing-masing berusia dua belas, sepuluh, dan delapan tahun. Para keponakan yang selalu Lola, asistennya, belikan kado ulang tahun dan hadiah liburan. Ia tinggal membubuhkan tanda tangan di kartu ucapan. Anak‘anak yang ia tengok dua kali setahun selama satu jam di setiap kunjungannya. Kondisi itu akan segera berubah.
Akibat pesawat sewaan mereka mengalami kecelakaan di Andes, saudarinya beserta sang suami tewas, meninggalkan ketiga anak perempuan mereka di bawah peng' asuhan Yank. Dengan rasa kesal akibat keputusan itu, ditambah kehilangan mendalam atas kepergian saudarinya, Yank meremas surat yang ditinggalkan si pengacara dan melempar surat itu sembarangan ke seberang ruangan, tanpa berusaha mengarahkannya ke tempat sampah.
Anak yang tertua, Annabelle, meliriknya cepat dengan tatapan menegur, lalu bergegas mengembalikan taut wajah ke ekspresi yang tak bisa ditebak. Yank membatin apakah gadis cilik itu takut padanya tapi sebelum ia sempat bertanya, salah satu adik angkat bicara.
"Mama ternyata benar tentang dia. Paman Yank memang jorok," ujar Sophie, si anak tengah.
"Shh." Annabelle meletakkan satu tangan di bibir. "Ja
EmoticonEmoticon