Utang untuk divestasi FI.

December 24, 2018


Di Indonesia ada slogan “ menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Mau tahu siapa yang buat slogan itu? ya Perum Pegadaian. Memang kalau anda datang ke pegadaian, mereka engga tanya untuk apa anda pinjam uang. Mereka hanya taksir nilai jaminan anda. Setelah diputuskan berapa anda bisa pinjam uang dan anda setuju, mereka kasih uang. Selesai. Benar benar engga ada masalah yang ruwet. Ada jaminan ada uang. Lembaga perbankan baik umum maupun syariah juga punya produk pinjaman semacam itu. Walau istilahnya diganti dengan nama kredit modal kerja atau kredit investasi. Tetap saja anda harus menyerahkan rumah atau pabrik, atau tanah, atau kendaraan atau lainnya sebagai jaminan atau collateral. Nilainya diatas pinjaman yang anda terima. Mengapa ? karena bank itu kerja dari uang publik yang ongkosnya juga engga murah dan harus aman.

Nah itu cara konvensional. Tetapi kalau usaha sudah berkembang besar maka collaterak tidak lagi berupa phisik tetapi berupa value. Apa value itu ? Proposal bisnis yang memuat informasi mengenai legalitas, tehnology, market, management. Informasi memuat kemampuan akan modal, produksi dan SDM. Proposal itu tidak dipercaya begitu saja. Tetapi akan dipelajari dan di audit menyeluruh. Di analisa secara konprehensif. Sehingga dapat disimpulkan proposal itu layak atau tidak. Kalau layak maka itu tercermin dari arus kas yang anda sampaikan dalam proposal. Kalau arus kas nya bagus maka itulah value anda sebagai jaminan untuk dapatkan pinjaman. Tetapi tunggu dulu. Bukan berarti anda bisa langsung dapat duit hanya mengandalkan proposal itu. Lender juga melihat bagaimana skema utang tersebut. Di sini akan terliat bagaimana anda mengelola resiko atas utang itu. Tentu skema itu harus precisi terhadap waktu dan uang.

Apakah itu cukup?. Belum. Anda juga perlu ada dukungan dari lembaga penjamin khusus tentang resiko itu. Kalau pinjam ke bank, anda harus punya standby LC yang diatur oleh lembaga penjaminan. Standby LC ini sebagai jaminan kalau terjadi default. Kalau pinjam ke pasar uang , anda harus punya underwriter atau lembaga penjamin atas penerbitan bond. Underwriter ini pihak yang menjamin resiko utang dan bisa juga sekaligus penjamin likuiditas kalau pasar tidak bisa menyerap. Tentu meyakinkan lembaga penjamin atau underwriter tidak mudah. Mereka berpengalaman mengambil resiko atas utang. Kalau skill anda hanya omong doang, ya pasti engga akan dilayani. Kalau modal anda hanya gaya doang ya engga akan bisa.

Apakah itu cukup ? tidak. Sebelum anda terima uang , anda juga harus memenuhi standar kepatuhan yang ditetapkan oleh lender. Contoh kalau proyek kontruksi maka qualifikasi EPC dan cara pembayaran mereka yang tentukan. Kalau pinjam ke pasar uang maka standar audit dan proses management ditentukan oleh Asset management yang ditunjuk oleh underwriter. Bukan tidak mungkin mereka sendiri sebagai auditor. Dalam perjalanannya mereka akan jadi watchdog yang efektif memaksa anda harus patuh dengan standar yang mereka tetapkan. Contoh Inalum pinjam uang dari pasar uang. Maka Inalum tidak bisa lagi didikte oleh elite politik. Orientasi Inalum benar benar sudah pure bisnis dan profesional. Makanya jangan diharap Freport jadi bancakan elite politik seperti sebelumnya.

Begitu juga dalam hal penerbitan SBN ( surat berharga negara ) dimana negara harus dapat dukungan dari underwriter dan lembaga pemeringkat Bond untuk memastikan SBN itu layak dibeli dan aman dari default . Tentu sampai ada lembaga underwriter yang mau terlibat dan sampai ada qualifikasi investment grade dari lembaga pemeringkat bond, tidaklah mudah. Kalau presiden nya membiarkan KKN, pengelolaan keuangan negara tidak transfaran, APBN tidak kredibel maka engga ada yang mau beli bond. Contoh Venezuela , walau kaya SDA tidak ada yang mau beli bond nya. Akhirnya collapse. Contoh lagi Saudi yang gagal melepas Revenue Bond di bursa London setelah sebelumnya gagal IPO Saudi Aramco.

***

Sebetulnya kemampuan berutang adalah sumber daya yang langka dimiliki oleh perusahaan. Sekali perusahaan punya akses ke dunia keuangan maka anda tidak perlu ragu lagi bagaimana profesionalitas bisnisnya. Apalagi menarik utang dari pasar uang. Kalau pasar lokal saja sudah hebat apalagi mengkases pasar global. Inalum punya sumber daya keuangan yang besar. Terutama sejak menjadi holding atas  tiga perusahaan tambang. Benarkah ?  Saya tidak punya data keuangan Inalum namun saya membaca laporan dari Fitch yang bertugas melakukan rating atas bond yang diterbitkan oleh Inalum. Nah, Mari perhatikan analisa dari  Fitch lembaga rating international atas performa Inalum. 

Pertama, Inalum adalah perusahaan negara yang paling likuid. Kedua, bisnis Timah inalum adalah terbesar kedua di dunia.  Biaya refinery aluminium memdapat pasokan listrik yang murah dari hidro power. Ketiga, operasi batubara merupakan tambang terbuka yang biayanya rendah. Cadangan batubara ( Bukit Asam ) dan nikel (Antam ) masih akan bertahan lebih dari 50 dan 30 tahun. Keempat , biaya pengambil alihan sebesar USD 3,8 miliar hanya 1x dari leverage asset Inalum Holding. Sementara dari hasil pelepasan Bond sebesar USD 3,8 miliar itu bisa menghasilkan leverage 6 x ( enam kali). Artinya dengan menguasai saham 51% itu, inalum bisa leverage sebesar USD 22,8 Miliar atau Rp. 342 Triliun. Dahsyatkan. Fithc memberikan rating BBB-.

Tadinya hampir semua pelaku pasar uang meragukan kemampuan dari Inalum untuk menerbitkan sekaligus sebesar USD 3,8 miliar. Mengapa ? pertama karena pasar uang dunia lagi kering. Kemampuan pasar uang ASIA terbatas untuk menyerap single bond dalam jumlah besar. Apalagi mau keluarkan domestic bond. Jelas engga ada pasarnya. Makanya pelepasan bond tidak menjadi prioritas bagi Inalum. Prioritas nya kepinjaman sindikasi perbankan. Sudah ada perbankan yang memberikan pre-commitment untuk pembiayaan pengambil alihan saham FI itu. Diantara nya adalah Standard Chartered, HSBC, CIMB Niaga, BNI, BRI, dan MUFG. Namun belakangan Menteri Perekonomian melarang menarik dana dari perbankan lokal. Alasannya pemerintah tidak ingin mengganggu neraca pembayaran. Maklum pembayaran menggunakan US Dollar. Disamping itu kalau utang ke bank memang pada awalnya bunga bisa lebih murah namun dalam jangka panjang bisa mahal. Pembayaran cicilan harus dilakukan setiap tahun. 

Kemudian opsi kedua ditempuh yaitu melalui penerbitan global bond. Pasar yang dituju adalah Eropa. Makanya yang diterbitkan adalah Global Bond. Ini pilihan smart. Mengapa ? Keuntungan dengan menerbitkan global bond adalah Pertama, pasar nya sophisticated ( 144A / Reg S). Sehingga bisa cepat diserap pasar walaupun jumlahnya besar. Diterbitkan secara mandiri tanpa jaminan pemegang saham ( pemerintah ). Sifatnya off balanc sheet    bagi inalum. Kedua, pembayaran bunga setahun dua kali. Pembayaran utang setiap jatuh tempo dan bisa diperpanjang. Sehingga tidak memberatkan cash flow perusahaan. Benarlah. Penjualan bond success. Oversubscribed !

Masalahnya untuk memenuhi standar compliance penerbitan global bond di London tidak gampang. Apalagi pasar yang dituju adalah qualified institutions ( QI). Inalum di beri syarat selambat lambatnya kwartal pertama 2019 harus sudah rampung. Penarikan hasil penjualan Global Bond paling lambat akhir tahun 2018. Kalau sampai kwartal pertama 2019 tidak rampung maka Inalum harus mengembalikan uang itu kepada investor dengan nilai 101%. Plus premium hedge fund yang harus dibayar. Menurut teman saya, Freeport tidak yakin Indonesia akan mampu memenuhi standar kepatuhan Bursa London. Tetapi akhir november,  Jokowi memanggil semua meteri terkait untuk segera menyelesaikan semua aspek sebelum akhir tahun 2018. Well done. 

Negara mana saja pembeli dari Global Bond tersebut ? Untuk bond yang jatuh tempo tahun 2021 adalah AS dengan komposisi sebesar 57%. Eropa, 22% dan Asia, 21%. Untuk bond yang jatuh tempo tahun 2023 adalah AS dengan komposisi sebesar  64%. Eropa,  23% dan Asia 13%. Untuk yang jatuh tempo tahun 2028 , AS sebesar 54%, Eropa 25% dan Asia 21%. Yang jatuh tempo tahun 2048 adalah AS dengan komposisi sebesar 56%. Eropa, 30% da Asia 14%. Siapa saja pembelinya global bond tersebut ? 78% adalah asset manager yang terhubung dengan 144 A. Sisanya dibeli oleh insitusi yang masuk katagori Qualified Institutions : 15% perusahaan asuransi, Perbankan 4% dan  3 % Wealth fund  dan pension fund. Jadi engga benar kalau yang beli itu adalah orang China. Apalagi global bond itu melarang warga negara asal penerbitan bond membeli. Jadi engga mungkin orang atau perusahaan indonesia yang beli.

Setelah pengambil alihan saham itu terlaksana maka struktur pemegang saham PT. Freeport Indonesia  menjadi sebagai berikut : 25% PT. Indocopper Indonesia dimana 40% sahamnya dikuasai oleh Pemda Papua atau 10% dari total saham yang di Freepor Indonesia dan sisanya 60% oleh Inalum. Tidak mungkin Pemda melepas opsi saham itu kepihak swasta asing. Mengapa ? karena pembayaran saham 10% itu ditalangi ( shareloan ) oleh Inalum yang akan dibayar melalui deviden. Sementara Inalum menguasai saham 26,232 %. Jadi Freeport McMoran menguasai 48,768 %. 

***
Teman saya Fund Manager mengatakan bahwa dengan dikuasainya 51% saham Freeport Indonesia maka itu membuktikan tekad Jokowi pro rakyat sangat luar biasa. Bukan hanya retorika tetapi di buktikan dengan langkah berani secara politik. Namun ada yang hebatnya. Keberanian itu tidak dilakukan dengan langkah konyol seperti Venezuela dalam menasionalisasi SDA nya tetapi dengan langkah kreatif dan bermartabat. Jokowi tahu bahwa kekuatan Freeport itu karena adanya dukungan elite Politik dalam negeri yang begitu kuat mengakar. Sehingga menghasilkan KK yang sangat kuat secara hukum.

Semua tahu bahwa Freeport MCMoran punya akses politik yang sangat kuat di jantung kekuasaan di AS. Pengalaman mereka dimanapun termasuk di Indonesia sangat ahli dalam hal suap kepada elite Politik. Mereka juga terlibat membiayai operasi inteligent AS untuk kepentingan hegemoni AS di wilayah operasi mereka. Contoh, dulu era Soeharto , divestasi FI jatuh ketangan Aburizal Bakrie sebesar 9,36 % melalui PT. Indocopper senilai US$213 juta. Namun, Ical hanya membayar US$40 juta. Sisanya sebesar US$ 173 juta share loan dari Freeport. Kemudian Bakrie melepas 51% saham indocopper kepada PT. Nusamba milik keluarga Pak Harto dan Bob Hasan seharga USD 315 juta. Tapi transaksi ini duitnya dari Freeport USD 254 juta, sedangkan Nusamba hanya menyetor US$61 juta. Enak kan. Kemudian sisanya 49% di jual lagi oleh Ical kepada Freeport senilai US$211,9 juta di pasar modal. Dahsyat engga. Itu semua tinggal masalalu. Bahwa negeri ini pernah di bancaki oleh para bedebah.

Nah, atas dasar itu Jokowi tidak menghadapi Freeport secara langsung. Tetapi mendekati Rio Tinto sebagai pemegang Participation Interest. Mengapa ? Begini ceritanya. Tambang Tembaga dan Emas yang ada di Papau ini dikelola dengan sistem Ijon oleh Rio Tinto. Rio Tinto adalah perusahaan asal inggeris. Perusahaan ini memproduksi batu bara, besi, tembaga, uranium, emas, dan intan. Bukan hanya tambang tetapi terpadu dengan proses pengolahannya. Perusahaan ini mempekerjakan 32.000 pekerja pada tahun 2004. Pada tahun 2014, turnover sales nya mencapai sebesar AS$51,2 miliar dengan profit AS$3,7 miliar. Pada tahun yang sama, majalah Forbers menempatkan Rio Tinto peringkat ke-109 dalam daftar Global 2000, dengan marcap (market value) AS$103,8 miliar dan total aset sebesar AS$111 miliar.

Bagaimana skema nya ? Rio Tinto mengeluarkan modal investasi kepada Freeport atas dasar Participation Interest. Apa itu participation interest ? Hak atas uang yang dikeluarkan untuk suatu pembiayaan dengan jaminan kontrol secara langsung terhadap perusahaan. Konpensasinya bukan berupa saham tetapi kapan saja dia bisa ambil saham kalau gagal bayar. Dalam bisnis tambang, umumnya pemilik PI mendapatkan jatah dari produksi tambang tampa harus keluar uang bayar pajak atas konsesi tambang itu. Dalam hal tambang di Papua itu, Rio Tinto mendapat jatah sebesar 40% dari produksi tambang dan 60% nya untuk Freeport. Dari 60% ini Freeport harus keluar uang untuk bagi hasil kepada pemerintah, bayar pajak, bayar uang politik dan lain sebagainya.

Jadi dalam bisnis tambang, memang pemegang saham Freeport hanya mengelola konsesi politik sambil tidur tiduran menikmati hasil tanpa keluar dana dan resiko. Semua resiko investasi dibayar oleh Rio Tinto dan semua akses tekhnologi dimiliki oleh Rio Tinto. Freeport Mc Moran hanya dipakai nama dan akses politiknya saja. Makanya negosiasi dengan Freeport sejak tahun 2011 selalu menemui jalan buntu. Mereka gunakan segala macam cara agar bisa bertahan. .Itu sebabnya Jokowi focus kepada Rio Tinto untuk menguasai saham 51% lewat pembelian Participation Interest (PI). Ya deal dengan bandar lebih baik daripada deal dengan broker. Ternyata ampuh membuat Freeport dalam posisi Nato ( No alternatif to objection ). Smart deal. Mengapa? tentu Rio lebih nyaman deal dengan pemilik lahan daripada pemegang lisensi lahan. Business as usual.

Kesimpulan.
Pembiayaan pengambil alihan saham Freeport melalui pembeli Hak PI yang dimiliki oleh Rio Tinto adalah smart. Ini murni financial engineering di pasar uang yang sophisticated. Yang penting divestasi saham ini tidak dijamin oleh negara dan tidak menggadaikan asset Inalum berserta anak perusahaannya. Pembayaran saham FI melalui right issue sehingga tidak ada capital gain bagi Freeprot McMoran. Semua hasil right issue digunakan untuk meningkatkan modal FI. Meningkatkan kemampuan financial FI untuk Capex dan Opex. Tadinya indonesia besar karena penduduk dan alamnya. Tapi kini Indonesia besar karena kredibilitas nya. Bagaimanapun Jokowi provent sebagai pemimpin berkelas dunia dan smart dalam menyelesaikan kesalahan masa lalu dengan cara cara yang bermartabat.

Jadi sukses menarik utang diluar sistem gadai itu hanya bisa dilakukan oleh orang keren. Kalau negara, ya negaranya keren. Kalau perusahaan ya perusahaan itu keren. Uang bukan lagi kendala untuk berkembang. Tetapi uang ikut kemana langkah di ayun untuk berkembang karena waktu. istilah Jokowi, money follow program. Kuncinya adalah trust. Trust dalam dunia bisnis berhubungan dengan attitude. Makanya change your attitude then financial resource will follow you. Orang yang menganggap utang itu menakutkan karena persepsi mereka seperti berutang kepegadaian, atau ke bank dengan cara konvensional. Ya mindset conventional, mindset terbelakang, mindset orang kebanyakan, mindset inferior complex. 


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »