Jangan mau ditipu populisme

January 02, 2020

Tahukah kau Nak, di era aku dulu sebagai perantau untuk jadi warga jakarta tidak mudah. Mendapatkan KTP DKI merupakan berkah luar biasa. Mengapa ? Karena untuk dapat KTP DKI aku harus punya pekerjaan terlebih dahulu. Harus ada jaminan dari pemberi kerja bahwa kita benar telah bekerja dengan penghasilan tetap. Bayangkan oleh mu Nak. Setiap pintu kerja hanya menerima yang punya KTP DKI. Tanpa KTP DKI memang mimpi buruk di Jakarta. Bagaimana dengan penduduk asli jakarta ? Kamu tahu Nak, Jalan jalan protkol yang megah sekarang ada di jakarta , itu buah karya terhebat dari menggusur penduduk kota dan memaksa mereka pindah ke pinggiran kota. Bekasi , Tanggeran, Depok adalah mereka yang dulu menjadi korban kekerasan penguasa. Bahkan orang yang sudah matipun digusur, TPU Setia Budi.

Tapi apakah pemerintah salah? Kita tidak tahu. Tapi andaikan dulu tidak ada penggsuran kita tidak mungkin punya jalan Gatot Soebroto, Rasuna Said, Mega Kuningan, Sudirman Business Distric Center dan lain lain. Mungkin tanpa penggusuran Jakarta akan tetap jadi big village yang kumuh dan memalukan Indonesia sebagai pintur gerbang Indonesia. Jakarta memang kejam nak. Lebih kejam dari ibu tiri. Tak memberi ruang orang yang malas dan tak terdidik. Engga aneh kalau orang Ambon bilang "siapa suruh datang ke Jakarta. Sendiri suka sendiri." Mengapa penguasa harus tegas? tanah jakarta terbatas dan penduduk semakin bertambah. Semua orang bersaing mendapatkan tanah agar bisa punya tempat usaha dan tempat tinggal. Persaingan tidak bisa di hentikan. Itulah Jakarta.

Tapi kamu tahu nak. Karena pembiaran, semangat kompetisi itu memudar. Orang pun bebas masuk jakarta dan tidak sulit dapatkan KK dan dapatkan KTP. Mereka tidak punya skill namun mereka punya nyali berniaga dan tinggal di lahan negara. Padahal nak , tanah negara itu berada di prime location yang harganya selangit. Tapi mereka menduduki tanpa membeli kecuali membayar upeti dengan penguasa daerah tingkat camat dan kelurahan , sampai akhirnya mereka merasa berhak memiliki hanya karena adanya colokan listrik dari PLN. Ketika akan ditata, mereka protes dan petualang politik berbaju partai dan ormas melindungi mereka dengan jargon populisme. Mereka butuh keadilan. Siapa suruh mereka datang ke Jakarta?

Tapi bagaimana rasa keadilan bagi orang yang bekerja keras. Yang harus membayar pajak dan membayar setiap jengkal tanah yang dibeli? Apakah perasaan mereka juga tidak diperhatikan. Bukankah mereka juga meminta agar semua oang harus sama, yiatu beli tanah kalau mau tinggal di jakarta, bukanya merampas tanah negara. Di bantaran sungai dan pinggir rel. Bukankah mereka juga berhak untuk jakarta yang hebat seperti Singapore dan Hongkong ?

Entahlah..nak..karena demokrasi langsung akal sehat memudar. Bagi kaum populis, menjelang Pemilu atau Pilkada, orang miskin dan agama jadi primadona. Setelah Pilkada usai, orang kaya dan tempat piknik jadi primadona. Bagaimana dengan simiskin? Orang miskin akan terus dimiskinkan. Tempat tinggalnya tetap kumuh. Kalau hujan tergenang banjir. Mengapa ? agar kelak pemilu atau pilkada mereka bisa digiring lagi kebilik suara untuk ditipu lagi dengan janji populis dan ayat sorga.


ketahuilah Nak, kaya atau miskin itu ditentukan oleh cara kamu berpikir, dan orang kaya karena dia cerdas dan tidak percaya DP rumah 0% di tengah kota Jakarta seharga Rp. 350 juta...Siapa suruh datang jakarta, karena di jakarta engga ada too good to be true. Percayalah.. Coba mikir biar kamu bisa berproses jadi orang kaya. Jangan mau dibegoin ya sayang. Cukup sekali saja bego. Jangan lagi pilih orang semacam ABAS.Jakarta memang keras, tapi siapa suruh datang ke jakarta..

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »