Sumur Tua SMANDALAS (Bagian 1)

November 25, 2019

“Salah satu di antara kalian harus menemaniku di sumur itu. Perjanjian itu telah kalian langgar. Maka tiap tahun harus ada siswa yang menjadi istriku.”
Billy terus meronta, menedang, menghardik sesiapa yang mencoba memegangi tubuhnya. Teman sekelas Billy terlihat panik.
Entah dari mana datangnya, dan siapa yang mengundang, tiba-tiba pria berbaju hitam, memakai blankon hitam khas Jogja datang membawa air dalam Bejana.
“pyuh…” pria berbaju dan blankon hitam menyemburkan air ke muka Billy, setelah sebelumnya berkomat-kamit singkat.



“ha..ha…ha… air mu tak mempan dukun tua. Aku akan tetap memakai raga Billy. Hrrrr…”
Billy kembali meronta, tenaganya sungguh terlampau kuat. Dua siswa menahan tangan kanan, dua lainnya di tangan kiri, sementara ada empat siswa lainnya yang memegang dua kaki Billy. Namun, seolah kedelapan siswa kelas 12 Mia 4 itu tak sanggup menahannya.
Pria berbaju dan blangkon hitam pun entah kapan tiba-tiba tak ada lagi di sekitar Billy.
“Cepat panggil Pak Ahmad.” Sahut Doni, pria bertubuh paling besar yang sedari tadi memegangi tangan kanan Billy. Siswa laki-laki saja yang berani memegangi Billy, sementara siswa perempuan mengintip dari dalam ruangan kelas.
Hanya berselang 10 menit setelah pergantian kelas, Billy tiba-tiba berteriak, meronta-ronta di kaki sumur tua. Kebetulan kelas itu kosong karna Pak Amir sedang mengikuti Diklat di sebuah hotel di Jambi. 

 Entah mengapa, sekolah hari itu sangat sepi. Kelas sebelah tertutup rapat, karena sedang praktek pengambilan nilai sepak bola. Sementara Ruang Multimedia juga terlihat kosong. Siswa Kelas XII IPA 5 di sebelah Multimedia pun tampaknya mereka belajar di labor kimia. Kelas lain jaraknya lumayan jauh sehingga tak akan melihat atau mendengar teriakan Billy yang sebenarnya lumayan keras. Tinggal Uni kantin yang kelihatan takut dan tak berani mendekat.
“Pak Ahmad tidak ada, guru piket hanya ada Bu Ratih, sementara di ruang atas juga hanya ada bu Dini dan bu Yeni.” Rudi tergopoh-gopoh berlarian mencari Pak Ahmad guru agama Islam, atau setidaknya guru lelaki lain yang dapat memberi solusi pada kasus kesurupan Billy.
Suasana semakin mencekam. Billy terus meronta, sembari mengucapkan umpatan-umpatan tak beretika. Matanya melotot, terkadang mulutnya menyemburkan liur berbau anyir seperti telur.
Hari yang mendung menambah suasana horor pagi itu. Padahal tadi setelah pelajaran pertama usai, Billy terlihat biasa saja. Terakhir kali, ia duduk sendirian di atas lingkaran semen sumur tua. Sumur tua itu tepat berada di sisi kiri kelas 12 IPA 4. Besar, dan menganga. Entah mengapa, pihak sekolah tidak menutup sumur tersebut, padahal salah-salah, dapat membahayakan siswa.   Hanya genangan sisa-sisa air dan tumpukan sampah, dan terkadang ada binatang yang tak sengaja terjerembab dalam sumur itu.




Tak banyak siswa yang berani duduk di atas sumur. Padahal semen yang melingkari sumur sangat tebal hingga sangat nyaman untuk kongko-kongko. Di samping sumur juga terdapat pipa besi besar, bekas keran air untuk berwudhu, lumyan kuat untuk duduk-duduk sambil makan snack atau kerupuk. Sumur itu juga diberi atap seng yang benar-benar membuat suasana teduh.
Konon katanya, di sumur itu pernah ada siswa laki-laki yang bunuh diri. Sehingga sekolah memutuskan untuk tak lagi mengoperasikan sumur tersebut. Banyak juga pengakuan siswa yang ketika lewat sumur itu bulu kuduk mereka langsung berdiri. Namun tak sedikit pula siswa termasuk guru yang tak mempercayai cerita-cerita horor yang beredar. Maklum mereka saat ini lebih percaya dengan realita, efek rumah kaca, PUBG atau Mobile Legend, atau cerita-cerita sampah mama-mama sosialita.



Padahal tak sedikit siswa yang ketika mengikuti ekskul hingga malam, tanpa sengaja melihat bayangan siswa berseragam lengkap tengah duduk di pinggiran sumur tua SMANDALAS.
Toni misalnya, pada saat ikut kemah penerimaan tamu ambalat, berkenalan dengan siswa yang baru pindah dan sekarang duduk di kelas 12 IPA 1, namun keesokan harinya ketika Toni mengecek ke kelas 12 IPA 1 tak ada siswa baru di kelas itu.
Atau Adam, yang hampir setiap sore menjelang malam usai latihan basket, selalu melihat ada bayangan hitam yang masuk ke dalam sumur tua itu.
Namun, mereka hanya menyimpan cerita mereka masing-masing di dalam hati. Paling jauh mereka ceritakan di buku diari. Mereka tak ingin berakhir menerima cibiran, “hari gini masih percaya setan, setan radikal kali…”
Namun, pagi itu, satu-persatu misteri sumur tua mulai menampakkan tanda-tanda. Hampir setengah jam Billy meronta. Hingga akhirnya, Pak Takim yang terlihat alim, meski bukan guru agama bergegas lari setelah diberi kabar oleh salah satu siswi.
“Assalamualikum ya makhluk Allah” kalimat pertama yang keluar dari mulut Pak Takim.
Billy tak menjawab, malah memalingkan muka. 

“Assalamualaikum wahai makhluk Allah.” Kali ini Pak Takim setengah berteriak.
“Waalaikumsalam…” Jawab Billy ketus dengan mata seperti mau Meletus.
“Aku tidak ingin keluar sebelum aku mendapat siswa yang menemaniku di sumur tua itu.”
“Itu tidak akan terjadi” Sahut pak Takim Pasti. Dengan yakin dan mengharap pertolongan Ilahi, Pak Takim membacakan Ummul Kitab,ayat-ayat Quaran, dan tak lupa ayat kursi. Setelah kurang lebih tujuh menit, Billy memuntahkan cairan kuning. Sedetik kemudian Billy sadar, namun tenaganya sangat lemas.
***
Setahun setelah kasus Billy, SMANDELAS terlihat seperti biasa. Hanya saja, sumur tua itu tetap di sana mengaga, dan tak terjaga.
Suatu malam, OSIS tengah sibuk mempersiapkan event memperingati bulan bahasa. Tak ada pilihan lain, mereka harus menginap di SMAN 12 Batanghari.
Jarum jam menunjukkan pukul 21.00 WIB. Siswi putri harus pulang, tinggalah 5 siswa yang bertahan untuk menyelesaikan dekorasi untuk perlombaan besok pagi. Rudi, Riko, Juno, Diko, dan Jamal. Mereka semua kalas Sebelas, kecuali Jamal yang masih duduk di kelas Sepuluh.
“Guys, aku ke WC dulu yo. Dak tahan lagi nih.” Jamal minta ijin pada temannya yang masih asik dengan tugasnya masing-masing di ruang Audio.
“Ok, bro… tapi kalau boleh aku saranin, gak usah ke WC yang deket sumur tua itu ya.” Rudi mengigatkan.
“Ngapo emangnyo jok eh, dak hal lah… Aku lah mulai bayar uang komite. Aku berhak pakai WC.”
“Terserah kau lah jok, aku lah ngingatin.” Jawab Rudi santai.
Jamal keluar dengan ditemani sinar dari HP Samsung yang sudah tergolong tua. Tak begitu terang, namun cukup untuk sekedar memberi tahu jalan.
“Sial, gak ada air nih WC. Terpaksa nih ke WC dekat sumur tua.”
Jamal, menelusuri koridor kelas, kemudian kantor TU, dan BK. Bulu kuduknya berdiri tiba-tiba. Sayup-sayup ia mendengar musik campur sari traditional dengan lagu “Lingsir Wengi” dengan sinden berdayu-dayu. Padahal tidak ada di sekitar sekolah yang sedang mengadakan pesta pernikahan. Selain itu SMANDELAS berada di tengah-tengah perkantoran, sehingga kecil kemungkinan ada warga yang sedang menghidupkan lagu, apalagi sudah lewat tengah malam.
Malam itu semakin mencekam ketika tak seperti biasa Jamal mendengar lolongan Anjing yang silih berganti dan bersahutan. Ia melirik jam di ponselnya, pukul 1 pagi.
Gedubrak…. Pintu kelas XII IPS 2 tiba-tiba saja berbunyi.
“aih, paling-paling juga kucing.” Jamal menghibur dirinya sendiri. Padahal ia sudah mulai merinding dan keluar keringat dingin. Namun, tak mungkin ia tak membuang hajatnya.
Jamal, meneruskan langkahnya. Tiba-tiba Ia dikejutkan dengan sosok bayangan hitam, lalu kursi dan meja di kelas XII IPA 6 bergerak-gerak sendiri.



“Astaghfirrullahhal Azim.” Spontan, kalimat itu keluar, padahal selama ini Jamal jarang sekali solat lima waktu. Sejak SMP ia sudah sering kongkow-kongkow. Merokok bukan lagi asing baginya. Bahkan, anting sebelah kanannya baru saja ia copot ketika masuk di SMANDELAS.
Jamal masih terus memberanikan diri. Entah dari mana asalnya, namun tiba-tiba angin berhembus keras menampar dari belakang. Hingga Jamal tersungkur. HP nya terlempar. Dengan merangkak ia mencoba meraih HP satu-satunya sumber cahaya. Namun kakinya berat, tanganya pun seperti terkunci. Jamal terus memaksa untuk bergerak. Hampir saja ia meraih HP itu, namun HP jamal bergerak sendiri, seperti ada yang menarik. HP itu berpindah tepat di kaki sumur tua.
“Tolong… Tolong…” Jamal berteriak sekuat dan sekencang-kencangya. Namun, seolah ia sedang berada di ruang kedap suara. Ia menyesal, karna tak mengindahkan pesan Rudi. Kakinya masih kaku, tanganya lemas. Ia pucat pasi.
Tiba-tiba dalam keadaan yang menakutkan itu, muncullah siswa lengkap dengan seragam sekolahnya.
“Ada yang bisa saya bantu bang?”
“e..ee..ee..ee…” mulut Jamal terkunci. Bukannya ia bahagia, namun ia takut bukan kepalang. Ternyata cerita yang selama ini beredar benar adanya. Inilah jin jahat yang selama ini menjadi buah bibir di sekolah ini. Dalam gelap dan sedikit cahaya HP yang tergeletak di tanah, Jamal dapat melihat wajah siswa itu. Mukanya pucat, pelipis kiri mengeluarkan darah. Siswa itu bau anyir seanyir anyirnya anyir.
Bunyi lolongan anjing tak berhenti bersahutan. Pintu kelas XII IPA 4 pun membuka dan menutup secara bergantian.
Siswa berpakian lengkap itu meraih tangan Jamal, hingga mereka berdiri berhadap-hadapan.
“Selamat datang di Sumur SMANDALAS”
Siswa berpakaian sekolah lengkap itu ingin menjabat tangan Jamal.
“Jangan-Jangan ganggu aku… jangan…”
Jamal ketakutan, dengan sisa tenaga yang ia punya ia menghindar, mundur, mundur… dan….
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…” Tragis, Jamal terperosok dalam Sumur Tua.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »