Anggaran Siluman
Saya bertanya kepada ASN, bila ada program pembangunan satu project maka bagaimana proses sampai project itu jadi. Pertama tama , menurutnya rencana disusun oleh instansi. Ketika rencana ini disusun muatan biaya didalam rencana itu akan nampak sebagai berikut : biaya anggota team ( panitia pembangun) termasuk honor, biaya rapat, biaya study, biaya asistensi. BIaya ini umumnya mudah diperbesar. Tapi yang penting pos anggaran ini harus tersedia terlebih dahulu.
Setelah itu, tahap kedua, adalah menghitung kebutuhan anggaran project. Pada anggaran project ini pos segala biaya yang tidak berhubungan langsung dengan project diperhitungkan. Karena maklum untuk bisa teralokasinya anggaran project harus ada dukungan dari DPR/D dan instansi pengawas serta otoritas anggaran. Para mereka ini harus kebagian jatah. Memang secara resmi tidak ada pos anggaran untuk mereka namun termuat didalam anggaran project lewat mark up. Dari itulah nilai anggaran yang akan tercantum dalam rencana belanja modal.
Dari proses ini, realisasi belanja modal hanya mencapai 70 % setahun. Artinya anggaran untuk pengeluaran yang berhubungan dengan team pelaksana ( panitia) umumnya habis terpakai dan sisanya yang berkaitan dengan realisasi kerja yang akan dirasakan langsung oleh rakyat umumnya tertunda alias melambat. Mengapa terlambat ? ya para pelaksana project takut ambil resiko hukum. Seperti masalah pembebasan lahan yang selalu dijadikan alasan atau alasan lemahnya koordinasi dengan instansi terkait atau masih diperlukan payung hukum untuk kelancaran project itu.
Yang jadi masalah saat ini adalah belanja modal tidak lebih 12 %. Selebihnya habis untuk belanja rutin yang berkaitan dengan Belanja Pegawai, Barang, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja lain-lain yang tidak ada kaitannya dengan penambahan asset atau jasa yang bisa delivery pemerintah kepada rakyat. Artinya sangat banyak pos anggaran disemua lini yang bisa dipangkas untuk dialihkan ke project nyata.
Saya sempat tersentak mendengar ilustrasi singkat dari teman itu. Ya, andaikan bisa dihemat sebesar 30% saja dari total APBN/D maka ruang fiskal ( pembiayaan anggaran) yang bisa digunakan untuk ekaspansi sosial dan belanja modal sangat besar sekali. Contoh sederhana. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan bahwa setiap hari, Pemerintah Kota Surabaya memberi makan 35.414 warga. Pemberian makanan itu gratis, tanpa dipungut biaya. Itu buah dari penghematan APBD. Kalau tidak di hemat, uang itu masuk kantong DPRD dan SKPD.
Mengapa selama ini tidak terpikirkan untuk di hemat ? ini disebabkan kebebasan mengajukan anggaran pada setiap instansi dan Pemda. Sementara Kementrian Keuangan tidak mempunyai otoritas lebih menilai dan menolak usulan anggaran. Apalagi kadang sebelum project diajukan, lobi dengan DPR/D sudah dilaksanakan untuk menekan Otoritas anggaran. Apakah bisa anggaran itu dihemat ? Bisa. Itu yang dilakukan Ahok dan Jokowi waktu jadi kepala daerah. Tetapi karena itu Ahok tersingkir. Karena yang dilawannya adalah oligarki partai di DPRD. Dia jadi korban.
***
Mind corruption
Dalam rangka mendorong tumbuhnya industri perkapalan dalam negeri. Jokow perintahkan agar semua impor pangan harus menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dengan kebijakan ini akan memaksa pengusaha angkutan membeli armada sendiri tanpa harus jadi agent asing. Dan ini akan menjadi peluang dan market off taker bagi industri perkapalan. Tetapi apa yang terjadi? Menteri perdagangan membuat pengecualian asalkan dapat izin dari menteri. Alasanya tidak bisa segera dilaksanakan. Harus bertahap. Maka, angkutan kapal untuk impor pangan menjadi bisnis rente. Salah satu elite partai Golkar kena OTT suap urusan izin angkut kapal itu. Menteri perdagangan belum jadi tersangka. Industri perkapalan jadi lesu.
Pemerintah membuat aturan agar pembiayaan APBN/D harus mengutamakan produksi dalam negeri. Seharusnya menteri perindustrian menggunakan kebijakan ini dengan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri. Menteri membuka informasi seluas luasnya soal peluang ini. Contoh berapa kebutuhan cangkul petani setahun. Itu captive market. Para UMKM difasilitasi mendapatkan bahan baku dari KS agar bisa produksi cangkul. Kalau tekhnologi kalah dengan China sehingga kalah harga, ya menteri perdagangan mengusulkan kenaikan tarif impor cangkul agar industri dalam negeri bisa bersaing. Bukanya malah memberikan izin impor. Pemda DKI untuk ngecat trotoar, catnya impor. Tetapi menteri perdagangan tidak melarang. Itu bukan hanya DKI tetapi juga banyak pemda dan kementrian melakukan hal yang sama.
Dua pertiga ekonomi Indonesia itu berhubungan dengan perdagangan. Apa jadinya bila menteri perindustrian dan perdagangan adalah orang partai? Yang terjadi selama ini adalah kedua kementrian itu bagaikan irama musik yang saling terkait, mengiringi lagu bisnis rente, yang berdampak terjadinya deindustrialisasi dan defisit neraca perdagangan. Rente di bidang perdagangan ini melahirkan rasio GINI yang semakin lebar, dan tidak efisiennya ekonomi nasional. Namun membuat elite partai semakin kaya raya dan pengusaha rente semakin kaya. Rakyat semakin terpuruk dengan dampak inefisiensi melahirkan barang dan jasa naik.
Begitulah dahsyatnya mind corruption. Korupsi lewat pemikiran, yang melahirkan aturan untuk membuat orang secara legimate bisa kaya raya. Namun dampaknya adalah terjadinya kesenjangan ekonomi dan inefisiensi nasional. Tidak ada uang APBN yang mereka ambil langsung namun dampaknya lebih dahsyat dari pada korupsi APBN. Dan mind corruption ini tidak bisa di OTT KPK. Karena pelakunya elite politik DPR/D dan Birokrat yang bermain sesuai dengan UU dan aturan yang mereka create sendiri. Hanya dengan sistem pencegahan KPK itu bisa dilakukan. Semoga DEWAS KPK nanti bukan hanya dari kampus tetapi orang seperti Ahok juga dilibatkan. Kalau engga , mind corruption tidak akan terpantau oleh KPK. Semoga Pak Jokowi tetap kuat dan istiqamah.
***
Tahun 2004 APBN kita belum sampai Rp 400 triliun. Kini APBN 2019 sudah lebih dari Rp 2.000 triliun. Terjadi peningkatan sebesar 600 % selama lebih 10 tahun. Sekarang bandingkan peningkatannya dengan Jumlah penduduk tahun 2004 sebesar 216 juta dan Tahun 2019 mencapai 269 juta atau meningkat sekitar 25%. Artinya peningkatan APBN berlipat kali dibandingkan dengan penambahan jumlah penduduk. Apa artinya? secara idiot, seharusnya dengan peningkatan keuangan negara berlipat dibandingkan peningkatan jumlah penduduk , tidak ada lagi orang miskin. Tidak ada lagi kelaparan. Tidak ada lagi kesenjangan rasio GINI yang begitu lebar. Lantas mengapa kenyataan berbeda dengan angka angka pertumbuhan itu ?
Saya akan menjawab dengan kacamata orang awam. Silahkan ada bantah dengan teori ekonomi. Yang jelas , saya bicara fakta atas apa yang orang banyak rasakan. Saya tidak menyalahkan atau membenarkan presiden yang pernah ada. Saya hanya ingin membuka kelemahan sistem negara kita. Agar dengan itu kita bisa mengubahnya untuk lebih baik di masa akan datang. Baiklah saya jawab, mengapa terjadi perbedaan angka dan realitas.
Pertama, APBN terjebak dengan hutang. Setelah reformasi era SBY, hutang digunakan untuk belanja rutin, seperti bayar hutang dan bunga, subsidi dan lain lain yang bersifat konsumsi. Sementara belanja fiskal sangat rendah. Jadi tidak ada pembangunan secara significant bisa dirasakan oleh rakyat. Di era Jokowi kita masih terjebak dengan hutang. Hanya saja hutang tidak lagi untuk belanja rutin tetapi untuk pembiayaan anggaran ( belanja fiskal) yang bersifat investasi dan berhubungan dengan sektor real. Pembangunan memang keliatan nyata dan dapat dirasakan. Namun tidak berhasil mengurangi secara significant soal kesenjangan dan kemiskinan.
Kedua, Penambahan penduduk yang tinggi mencapai 1,49 % atau sekitar 4 juta per tahun, itu sama dengan jumlah penduduk per provinsi di Sumatera. Penambahan penduduk ini mengakibatkan biaya perawatan pembangunan infrastruktur terus meningkat, dan biaya sosial juga semakin meningkat yang ditandai semakin bertambahnya jumlah PNS yang harus diongkosi. Akibat kesenjangan ekonomi terhadap PDB, penambahan penduduk ini bukannya jadi asset malah menjadi beban sosial bagi negara.
Ketiga. APBN tidak efisien karena korupsi. Korupsi secara langsung memang berkurang dari tahun ketahun karena adanya KPK. Tetapi mind corruption lewat fraud penggunaan mata anggaran secara legal terjadi sistematis. Di zaman SBY selama 10 tahun , anggaran pembangunan untuk perencanaan, studi dan lain lain terpakai habis, sementara pembangunan phisik tidak terjadi meluas karena berbagai sebab dan alasan tekhnis. Belum lagi dana stimulus lebih banyak disalurkan langsung ke rakyat miskin dalam bentuk bantuan tunai langsung, bukan ke sektor pembangunan infrastruktur. Ini semua mind corruption bagi birokrat dan politisi. Massive sekali. APBN meningkat berlipat yang kaya raya birokrat dan Politisi.
Nah di era Jokowi, mind corruption ini juga terjadi dalam program stimulus seperti dana desa, subdisi BPJS, pengadaan pupuk, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, baru baru ini SMI sampai mengatakan bahwa ada desa hantu alias fiktif yang jumlahnya ratusan. Tidak sedikit itu jumlah uang yang dimakan siluman. Ada juga peserta BPJS Non PBI yang fiktif. Tidak tanggung tanggung nilainya mencapai Rp, 1 triliun. Yang miris, itu semua terjadi karena PEMDA yang brengsek mengelola dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dan Dana transfer untuk jaminan sosial.
Apa yang diungkapkan oleh SMI itu hanya contoh segelintir saja. Masih banyak mind corruption otak siluman yang belum terungkap atau sengaja didiamkan asal TST. Kalau mau lihat contoh konkrit lihatlah cara Pemprov DKI bancakin APBD. Teman saya politisi mengatakan bahwa kalaulah semua Kepala Daerah itu seperti Ganjar, Ridwan Kamil, Kofifah, TGP, tentu APBD yang ada itu lebih dari cukup menciptakan pertumbuhan real yang berkeadilan dan kita sudah lama bebas dari hutang dan makmur.
Lantas apa solusinya ? Jokowi harus mulai berani menggunakan UU 23/2014. Dalam UU itu presiden bisa memberhentikan Gubernur yang berkinerja buruk dalam mengelola APBD. Caranya, mendagri minta kepada DPRD memberhentikan. Apabila dalam 14 hari DPRD tidak memberhentikan, maka presiden bisa langsung berhentikan. Untuk Bupati dan Walikota, mendagri bisa memecat langsung apabila DPRD tidak bisa memecatnnya. KPK harus lebih efektif melakukan pencegahan korupsi dengan mendorong terjadinya reformasi birokrasi secara sistematis dan cepat. Kalau tidak, di tengah keadaan resesi, negara ini tidak sulit untuk tenggelam. Pak Jokowi, its now or never.! Show me your commitment that you are nothing to lose. Dont be afraid. We stand beside you.
EmoticonEmoticon