Sinopsis :
“Aku masih menunggu balasan Frisca!” Ia membalikkan tubuhnya penuh keangkuhan, kemudian menatapi Januar rendah. “Jawabannya TIDAK!” tegasku memperjelas semuanya.
Indra menatapku dalam. “Oh saya tahu alasannya, alasannya adalah cintamu sudah kembali lagi? Ah sudahlah, akan kuhabisi dia! Urus dia!” tegasnya.
Mata ku terbelalak kaget. “Jangan!”
Keempat laki-laki bertubuh kekar pun mulai menyentuh badan Januar, Januar masih melawan dengan begitu lihainya, namun seseorang memukulnya dari belakang dengan kayu balok ukuran besar sehingga badan Januar tak mampu berdiri tegak, empat lawan satu? Mana bisa?
“Hentikan Indra! Aku mohon!” teriakku memandangi Januar kasihan, tubuhnya sudah berlumuran darah.
“Frisca pergilah!” desis Januar pelan.
“Tolong hentikan!” teriakku semakin keras.
Januar tersungkur ia sudah lelah, saya menghampirinya kemudian memegangi kepalanya. “Januar!” teriakku semakin histeris.
“Bunuh dia!” tegas Indra memandangi Januar murka.
“Tapi bos ini daerah umum!” ujar salah satu dari mereka.
“Lakukan apa yang saya suruh!” tegasnya, mereka berempat kemudian membawa badan Januar lagi.
“Tolong! Tolong!” teriakku sekencang mungkin.
“Januar, sayang, ayo bangun! Kamu niscaya berpengaruh sayang!” lirihku pelan, saya melihat ke sekelilingku, Indra dan keempat anak buahnya berhasil diringkus oleh tetangga kami mereka juga memanggil polisi.
“Sayang bangun! Aku mohon! Bukankah kita akan mempersiapkan pernikahan?” Air mataku kian mengalir, tak kuasa menahan semua ini lagi, lagi-lagi kepalaku terasa begitu sakit apalagi kepala bab belakangku, detik demi detik bunyi yang kudengar terasa hilang perlahan, pandanganku membias kemudian sesudah itu saya tak mengingat apa pun lagi.
EmoticonEmoticon