SAHABAT KELUARGA-Nampaknya ada kesalahtafsiran orang tua peserta didik dan bahkan guru mengenai “belajar di rumah selama masa pandemik Corvid-19”. Sejak diberlakukan “belajar di rumah” pada pertengahan Maret lalu, banyak orang tua kerepotan karena harus mendampingi belajar anak di rumah. Pihak sekolah melaksanakan proses pembelajaran yang berpindah dari kelas ke rumah. Materi dan tugas diberikan melalui daring atau secara online, melalui berbagai platform yang disediakan pemerintah maupun swasta.
Padahal, maksud pemerintah mengenai “belajar di rumah selama masa pandemik Corvid-19” itu tidak seperti itu.
Harris Iskandar (foto -Fuji Rachman) .
Plt Dirjen PAUD dan Dikmas, Harris Iskandar, mengatakan, dalam proses pembelajaran di rumah, seharusnya guru dan orang tua diharapkan dapat mewujudkan pendidikan yang bermakna, tidak hanya berfokus pada capaian akademik atau kognitif.
"Harus disampaikan ke anak sehingga dia paham. Jangan hanya tugas melulu. Berikan pendidikan yang bermakna, termasuk kecakapan hidup dan pemahaman mengenai pandemik Corvid-19" ujar Harris dalam konferensi video daring bersama media di Jakarta, Selasa, 24 Maret kemarin.
Dijelaskan Harris, konsep pembelajaran yang tidak hanya fokus pada akademik atau kognitif itu sesuai dengan model penilaian yang akan menggantikan ujian nasional (UN), yaitu Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter. Harris menuturkan, Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter lebih menitikberatkan pada penalaran dan bukan capaian pemahaman materi mata pelajaran.
Agar terdapat kesamaan pemahaman mengenai itu, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono, menghimbau dinas pendidikan di seluruh Indonesia membuat surat edaran mengenai pembelajaran daring di rumah. "Jangan terlalu berfokus pada aspek akademik, tapi ada penekanan pada life skill, karakter, dan sebagainya. Ini output yang baik untuk kita bicarakan ke depannya," tuturnya.
Menurut Praptono, kurangnya persiapan guru dalam menghadapi sistem pembelajaran daring (online) menjadi salah satu faktor hambatan dalam pembelajaran di rumah. Namun, ia mengakui hal ini bisa menjadi peluang bagi guru untuk mengembangkan diri.
"Ini suatu hal yang mendadak, di mana guru dipaksa melakukan pembelajaran online yang sebelumnya tidak pernah dipersiapkan oleh guru. Ini menjadi peluang bahwa masa pandemik Covid-19 menjadi momen bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang selama ini diharapkan," tutur Praptono.
Menurutnya, peristiwa ini mendorong semua pihak untuk mengoptimalkan penggunaan Rumah Belajar yang diinisiasi oleh Kemendikbud. "Semakin berasa kebutuhan akan Rumah Belajar di lapangan," katanya.
Terkait pandemik Corvid-19 itu, pemerintah memang telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Dalam Surat Edaran itu disebutkan, Ujian Nasional (UN) tahun 2020 ditiadakan. Hal itu berarti, bahwa keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan dan seleksi masuk jenjang pendidikan yang Iebih tinggi.
Terkait pembelajaran dari rumah, SE itu menegaskan, bahwa tugas dan aktivitas anak dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah.
Untuk hasil dari aktivitas belajar dari rumah itu guru memberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna, tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif. Eko B Harsono/ Yanuar.
Sumber: sahabatkeluarga
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900843
EmoticonEmoticon