Amandemen UUD 45 secara terbatas

October 05, 2019
Setelah Pemilu terjadilah lobi nasi goreng yang dilakukan oleh Megawati ke Prabowo. Hubungan yang sudah dekat secara pribadi semakin dekat secara politik, yang sebelumya sempat berseteru dalam Pemilu 2019. Pada waktu bersamaan SP juga melakukan manuver untuk mengajak semua partai pendukung Jokowi kumpul tanpa melibatkan PDIP. Dan juga mengundang Anies ke rumah nya dengan pujian bahwa Anies kemungkinan next presiden. Tetapi kemarin acara pemilihan Ketua MPR, PDIP bersama delapan Fraksi yang tidak memilih Calon Ketua MPR dari Gerindra.
Fraksi Gerindra menolak kesepakatan delapan fraksi dan kelompok DPD yang telah memilih Bamsoet. Ini karena Fraksi Gerindra ngotot mengusung Ahmad Muzani sebagai ketua MPR. Akhirnya Fraksi Gerindra melunak dan setuju dengan Bamsoet. Katanya itu berkat campur tangan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang lebih mengutamakan musyawarah daripada voting. Jadi praktis semua Pimpinan Legislatif ada pada kubu Jokowi. DPR, di pimpin Puan, dari PDIP. MPR, di pimpin oleh Bamsoet dari Golkar.
Sepertinya ini taktik Megawati dan Prabowo , yang hanya diketahui oleh Mega dan Prabowo. Mereka berdua punya agenda besar untuk bangsa ini. Terkait dengan amandemen UUD 45. Dukungan PDI-P kepada Bamsoet bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR dan soal ini sudah deal dengan Gerindra.
Menempatkan fraksi Golkar sebagai Ketua MPR akan lebih leluasa bagi Mega dalam pembahasan amandemen terbatas UUD 45. Mengapa ? Golkar punya kekuatan VISI tentang UUD 45 seperti Era Soeharto. Lebih tahu banyak soal politik kekuasaan ala UUD 45. Yang dikawatirkan adalah pihak yang menjegal amandemen ini bukanlah partai dari koalisi Prabowo tetapi internal koalisi Mega sendiri seperti Nasdem. Yang kemungkinan menggunakan kelemahan UUD 45 yang ada sekarang untuk menempatkan seseorang jadi Presiden di tahun 2024. Tentu dengan politisasi agama seperti kemenangan Anies di Pilkada DKI.
Tapi, yang hebatnya adalah dari perspektif yuridis konstitusional, apabila fungsi dan wewenang MPR RI dihidupkan lagi, bukannya hanya soal GBHN tetapi juga soal SARA bisa dikeluarkan TAP MPR. Sama seperti TAP MPR soal PKI. Maka, otomatis secara yuridis penggunaan SARA dalam politik adalah kejahatan serius, menentang TAP MPR, yang merupakan hukum tertinggi di Republik ini. Tentu sangat bagus untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Tetapi bagi pihak yang punya agenda lain dalam politik, ini tentu sangat berbahaya. Bisa merusak agenda jangka panjang mereka yang ingin mengganti UUD 45 dan Pancasila. Termasuk bila presiden terpilih tahun 2024 nanti namun tidak melaksanakan Tap MPR, dia juga bisa dijatuhkan ditengah jalan.
Megawati dan Prabowo , pada akhirnya mengutamakan kepentingan nasional, dan mereka berdua melihat ancaman serius bangsa ini adalah soal persatuan dan kesatuan. Karena payung hukum soal ini tidak cukup memadai memagar NKRI. Itulah pentingnya amandemen UUD 45 secara terbatas. Saya percaya Megawati tetapi Prabwo entahlah. Apakah ada agenda lain dari prabowo dengan mengikuti sikap Megawati. Entahlah.. Yang pasti PDIP ogah kasih jabatan ketua MPR ke Garindra. Dah gitu aja
***
Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang menjadi dasar hukum bagi pemerintah dalam menangkapi para pengguna atribut palu-arit, menyita buku-buku yang dianggap berhaluan kiri, dan membubarkan berbagai diskusi terkait peristiwa 1965, sesungguhnya bertentangan dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berpikir dan berekspresi tiap warga negara Indonesia. Tetapi sebagai konsesus Politik, Tap MPR sangat tinggi kedudukannya. Yang bisa mengubah atau mencabutnya adalah konsesus politik juga. Dan itu tidak mudah. Harus sedikitinya 2/3 anggota MPR setuju. Makanya sampai sekarang Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 belum di cabut.
Walau HTI sudah dibubarkan karena Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas , namun negara tidak bisa melarang orang punya pemikiran tentang Khilafah. Tidak bisa melarang orang berdiskusi soal khilafah, menangkapi orang menggunakan atribut khilafah. Apalagi atribut itu berhubungan dengan kalimah Tauhid. Yang bisa ditangkap itu bila aksi Ormas itu mengganggu ketentraman orang lain, dan ini delik aduan. Selagi tidak ada orang yang merasa dirugikan dan terganggu, tidak ada alasan polisi menangkap orang. Apalagi UUD 19945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945 jelas mengatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Perang literasi terhadap HTI, tidak akan efektif. Mengapa? karena HTi menggunakan retorika Islam, dan ini berhubungan dengan keyakinan orang beragama. Salah sikap, bisa bisa dituduh anti islam dan berujung masalah SARA. Justru akan berdampak negatif terhadap persatuan dan kesatuan. Mengapa ? Karena akan membuat kelompok islam yang tadinya tidak suka Khilafah , berbalik simpatik dan kitapun terbelah karenanya. Nah jadi apa solusinya ? Kalau ingin menghapus pemikiran khilafah nya HTI, ya melalui TAP MPR. Harus lahir dari kebijakan Politik negara. Tidak cukup hanya dengan UU.
Apakah mungkin TAP MPR yang berhubungan khilafah ini dikeluarkan. Sangat mungkin. Namanya politik, kan syah saja. Tentu dasarnya adalah Pancasila sebagai falsafah negara. Nah kalau sudah ada TAP MPR , maka harus ada pedoman yang jelas dalam TAp MPR mengenai apa itu Pancasila. Sehingga semua orang seragam memaknai Pancasila. Itu sebabnya rencana MPR untuk melakukan perubahan UUD 45 secara terbatas itu sangat penting agar TAP MPR bisa dikeluarkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Kan capek kita perang literasi terus, yang seperti tidak berujung dan semakin membuat kedua belah pihak saling curiga. Padahal kita semua anak bangsa.
Nah setelah ada TAP MPR, bagi yang tidak suka atau tidak setuju , ya silahkan pergi ke negara lain yang bisa menerima konsep Khilafah itu. Engga usah kawatir. Dunia sekarang sudah masuk globalisasi. Semua oranga bebas kemana saja. Atau engga mau minggat, ya diam saja. Kerja aja yang benar, dan beragama saja seperti kaum NU dan Muhammadiah. Banyakin amalah saleh…

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »