Semua tahu bahwa Gerindra dan PDIP pernah berkoalisi mengusung Megawati dan Prabowo sebagai capres dan wapres. Akhirnya dapat dikalahkan oleh SBY bersama koalisinya. Kemudian Gerindra dan PDIP berkoalisi mengusung Jokowi -Ahok dalam Pilgub DKI. Kita semua jadi saksi bagaimana FZ menyanjung setinggi langit sosok Jokowi dan Ahok. Kita tahu bagaimana semua elite partai Gerindra satu suara memuji kehebatan PS melahirkan Ahok kepanggung politik bersama Jokowi. Waktu berlalu, kita juga jadi saksi bagaimana Gerindra berseberangan dengan PDIP dalam Pilpres. Saat itu bagi Gerindra dan koalisinya hal yang buruk tentang Jokowi di cari cari untuk menjatuhkan reputasi Jokowi. Seakan lupa bahwa dulu waktu Pilkada DKI mereka memuji Jokowi. Bahkan PKS yang jelas militan menjatuhkan reputasi Jokowi, pernah menjadi pendukung utama Jokowi dalam PIlkada Solo.
Dalam Pilkada DKI, kita jadi saksi bagaimana Ahok yang tadinya unggul karena didukung Gerindra, yang kemudian harus bersebarangan dengan Gerindra yang mengusung Anies-Sandi. FPI yang tadinya bersebarangan dengan SBY dan HRS pernah di penjara era SBY, akhirnya dalam Pilkada DKI ada dibarisan PD mendukung AHY sebagai Cagub. Akhir cerita kita semua tahu bagaimana Anies yang tadinya anggota team sukses Jokowi dalam Pilpres unggul dalam Pilgub DKI karena didukung oleh PS yang pernah dikalahkan oleh Jokowi. Padahal tadinya kita semua jadi saksi bagaimana sikap keras Anies dalam membela Jokowi dan berusaha menjatuhkan elektabilitas PS dalam setiap orasinya. Dalam Pilkada DKI, Anies jadi anak emas PS dan tersingkir dari ring satu Jokowi.
Itulah Politik. Itulah fakta yang ada. Sebetulnya diantara elite politik itu tidak ada sesungguhnya koalisi abadi dan juga tidak perseteruan tanpa henti. Bagi mereka politik adalah bisnis merebut legitimasi dihadapan publik agar berkuasa. Caranya tidak bisa hitam putih. Caranya harus pleksible. Seni politik dalam demokrasi bukanlah aneksasi lawan tapi merangkul lawan menjadi kawan. Dan ini pastilah lewat komunikasi politik untuk saling menentukan posisi tawar. Selagi posisi tawar menemukan deal maka konsesus terjadi diantara mereka. Makanya engga usah kita sebagai rakyat jadi apriori dengan kubu yang tidak kita dukung. Karena belum habis benci kita kepada lawan, diantara mereka sudah rangkulan untuk menciptakan deal baru. Kan repot bila kita baper karena politik. Apakah membenci untung ? tidak ? yang pasti dapat dosa.
Dari sosial media, kita saksikan pemahaman politik rakyat kebanyakan masih terjebak dengan stigma kalau berbeda berarti musuh. Kalau sudah musuh maka semua hal menjadi buruk terhadap kubu lawan. Sikap rasional kita hilang. Yang ada tinggal hanya emosi. Apapun disikapi dengan baper. Antar kubu saling serang dan akan puas kalau berhasil menyudutkan lawan yang berseberangan. Apa hasilnya ? tidak ada. Faktanya kita hanya bagian dari pion untuk kepentingan elite politik. Setelah mereka berkuasa, apakah cicilan motor bisa langsung lunas? Kan engga. Apakah yang ngangur langsung dapat kerjaan. Apakah harga langsung turun? Kan engga. Apakah langsung investor asing hilang? kan engga. Janji politik bukanlah komitment mati tetapi hanya seni melahirkan konsesus suara mayoritas untuk berkuasa. Selanjutnya follow the rule, bukan follow anda yang milih.
Masalah hidup anda tidak ada kaitan langsung dengan politik. Secara tidak langsung memang ada pengaruh namun yang membuat anda berubah menjadi lebih baik itu karena faktor anda sendiri. Selagi anda memang berkualitas secara intelektual dan spiritual maka hidup anda akan mudah. Siapapun yang jadi pemimpin. Jadi mari sikapi politik dengan cerdas. Pilihlah pemimpin bukan karena aliran idiologinya dan rerotikanya tetapi liat pribadinya. Selagi keluarganya baik, tidak korupsi, hidup sederhana, pekerja keras, pilihlah dia. Mengapa? karena siapapun yang bertarung dalam pemilu punya visi sama yaitu UUD 45, NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Yang membedakan mana yang baik dan tidak ada baik hanyalah karakter individunya. Dah gitu aja. Udahan baper nya ya..
EmoticonEmoticon