24 Desember 2019
Pesawat twin engine masih dapat mengudara dengan satu mesin apabila mesin lainnya mengalami kendala atau bahkan mati, dalam kondisi seperti ini, pilot harus segera melaporkan ke menara kontrol untuk meminta ijin pesawat untuk melakukan pendaratan darurat.
Ada banyak kejadian sehingga salah satu mesin pesawat mati, mulai dari masalah teknis pompa bahan bakar, kehabisan bahan bakar, mesin kemasukan benda asing hingga yang paling sial adalah mesin ditabrak burung (bird strike).
Untuk alasan keselamatan seperti itulah, maka pesawat penumpang twin engine diwajibkan menempuh tahapan sertifikasi dengan menjalani uji terbang dengan satu mesin dimatikan.
Pada tanggal 18 Desember 2019 yang baru lalu, di bandara Kalijati, Majalengka, Jawa Barat dilakukan pengujian pesawat N-219 Nurtanio ini dengan mematikan salah satu mesinnya. Proses pengujian dengan satu mesin ini berlangsung sejak take off, terbang 15 menit hingga mendarat lagi, hal ini diulang sekali lagi sebagaimana yang disampaikan oleh Yustinus Kuswardana, Kepala Divisi Pusat Uji Terbang PT Dirgantara Indonesia kepada Indomiliter.
Tampak satu mesin kiri pesawat N-219 dimatikan saat uji terbang (photo : PTDI)
Pesawat N-219 yang menggunakan 2 mesin turboprop Pratt & Whitney PT6A-42 dengan kemampuan tiap mesin 850 shp (630 kW) yang masing-masing dilengkapi dengan 4 bilah baling-baling Hartzell Propeller ini pada pengujian terbang dengan satu mesin tetap dapat melaju dengan stabil.
Sebelumnya, uji coba terbang dengan satu mesin pada pesawat N-219 Nurtanio ini telah dilakukan beberapa jam, semuanya dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DGCA - Directorate General of Civil Aviation) dan European Aviation Safety Agency (EASA).
Dalam sertifikasi FAA (Federal Aviation Association) juga dikenal sertifikasi ETOPS (Extended Operations) dimana pesawat hanya diperbolehkan terbang selama beberapa saat - misalnya 75 menit dalam kondisi salah satu mesinnya mati. Dalam kurun waktu tersebut, pilot harus mendapatkan ijin dari menara kontrol untuk melakukan pendaratan darurat di bandara terdekat. Kondisi seperti inilah yang disebut sertifikasi ETOPS 75. ETOPS sendiri dimulai dari ETOPS 75, 90, 120 dan seterusnya hingga maksimal 370.
Kita harapkan sertifikasi pesawat N-219 Nurtanio ini segera tuntas sehingga pesawat segera dapat diproduksi massal dan diserahterimakan kepada para pemesannya.
(Defense Studies)
EmoticonEmoticon