Bom BNL-250 dan BNT-250 (photo : KKIP)
SURABAYA - Industri pertahanan dalam negeri bersinar cerah. Mereka berhasil membuat sendiri bom latih menyerupai Mark 82 (Mk82) buatan Amerika Serikat, Kamis (12/12/2019).
Jenis bom ini begitu populer dipakai para pilot tempur di berbagai dunia. Mereka mengoperasikan pesawat-pesawat tempur buatan NATO. Bom latih ini diberi nama Bom NATO Latih (BNL) dengan berat 250 kilogram.
Secara detail, bom latih yang bentuk serta spesifikasinya mirip dengan bom Mk82 buatan Amerika Serikat ini, dibuat oleh Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AU bekerjasama dengan industri pertahanan swasta nasional PT Sari Bahari.
"Kami butuh waktu penelitian sekitar tiga tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan memproduksi dummy untuk dilakukan uji coba secara live," kata Kepala Dislitbang AU Marsekal Pertama Rochmadi Saputro.
Pembuatan desain dan spesifikasi bom yang diproduksi, lanjutnya, memang dimatangkan sejak 2018 lalu. Setelah desain produk disepakati bersama, Dislitbang AU dan Sari Bahari kemudian membuat fasilitas latih untuk pengetesan.
Bom yang diproduksi awal ini merupakan jenis bom latih, sehingga dilakukan modifikasi dengan melengkapi asap pada bagian tail bomb saat terjadi impact. Asap putih yang muncul digunakan sebagai penanda pilot mengetahui apakah bom tepat mengenai sasaran atau tidak.
Bom BNL-250 dan BNT-250 (photo : channel anak kost)
"Saat dilakukan uji coba di Air Weapon Range (AWR) Pandanwangi, di Kabupaten Lumajang, bom sangat stabil mulai dari lepas dari sayap pesawat. Datar dan tidak ada gerakan yang membahayakan pesawat," ungkapnya.
Bahkan, katanya, trajektori jalannya bom saat jatuh juga sangat mulus. Hasil ini jauh lebih baik dibanding dengan buatan luar negeri. "Ini lebih bagus pergerakannya mulai dari lepas hingga titik perkenaan itu lebih mulus," ucapnya.
Yang menjadi istimewa menurut Rochmadi, bom yang dibuat baru sebatas bom uji coba, namun perkenaan semuanya hampir di titik silang.
"Ini sungguh luar biasa. Para kru pilot yang terbang sangat menginginkan bom tersebut segera diproduksi untuk latihan, karena mengatur perkenaannya mereka sangat yakin. Sekali coba saja sudah tepat sasaran, apalagi kalau berkali-kali mencoba," katanya
Terpisah, Danlanud Iswahjudi, Marsma TNI Widyargo Ikoputra mengatakan, saat dua pesawat tempur F16 dari Skadron Udara 3 Madiun yang dipimpinnya melakukan uji coba delivery bombing di AWR Pandanwangi pihaknya begitu puas.
"Saya termasuk yang cukup percaya diri dengan hasil BNL-250 ini, karena saat saya masih pilot muda dan terbang dengan Sukhoi 27/30, disitu mulai dibuat juga bom P-100 series buatan dalam negeri yang memiliki karakter sama dengan bom OFAB buatan Rusia. Saya yang mengujicoba. Itu mulai tahun 2008-2010. Berhasil baik. Dan sekarang sudah muncul BNL-250. Ini proses yang cukup panjang," kata Ikoputra.
Tentang delapan bom yang diujicoba seluruhnya masuk mulus ke dalam target sasaran, Ikoputra mengakui hal tersebut tidaklah mudah.
"Proses untuk masuk dalam target itu tidak mudah. Saya sendiri sebenarnya tidak menuntut itu di awal. Yang penting bom itu aman dulu saat dibawa. Saat turning G tidak jatuh. Saat delivery tidak rolling atau tumbling. Bahwa kemudian itu masuk semua dalam sasaran, itu bonus yang luar biasa. Karena (materi latihan) kami para pilot belum menuju ke arah sana. Namanya juga baru uji pertama kali," jelasnya.
Keberadaan BNL-250 ini untuk menjawab permasalahan satuan latihan dan operasi TNI AU, bahwa saat ini mereka tengah kekurangan pasokan bom MK82 untuk latihan air to ground bombing. Sementara stok bom MK82 hampir habis dan kalau membeli dari luar harganya mahal sekali.
Dalam satu tahun diperkirakan kebutuhan bom untuk latihan pilot tempur TNI AU mencapai lebih dari 1.500 unit. Kondisi ini menurut Kadislitbang AU, akan menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki oleh Mabes TNI AU.
Namun dengan kemampuan industri dalam negeri memproduksi sendiri bom-bom latih tersebut, maka akan ada jaminan ketersediaan pasokan serta harga pembelian yang jauh lebih murah dibandingkan jika harus impor.
NATO Supply Chain
Direktur Utama PT Sari Bahari, Ricky Hendrik Egam menjelaskan, bom BNL-250 terbaru yang baru saja lulus uji dinamis kini tengah menunggu sertifikasi laik operasi.
"Dengan dikeluarkannya sertifikat tersebut, maka berapapun kebutuhan pilot-pilot TNI AU akan dapat segera kami penuhi. Tentunya dengan kualitas lebih baik dan harga yang jauh lebih bersaing dibandingkan jika membeli dari luar negeri. Kami juga bisa mengisi bom-bom tersebut menjadi bom live," kata Ricky.
Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan TNI AU saja, kesempatan untuk melakukan ekspor juga bisa dilakukan oleh Sari Bahari, mengingat bom jenis MK82 sangat banyak digunakan oleh negara-negara di sekitar Indonesia.
Uji coba bom BNL-250 (photo : SindoNews)
“Kami juga sudah masuk ke dalam NATO Supply Chain. Artinya, jika negera-negara pengguna pesawat produk NATO membutuhkan bom sejenis MK82, mereka bisa membelinya dari kami di Indonesia," ungkapnya. Ia menambahkan, kemampuan produksi bom ini mencapai 3.000 unit per tahun, dan akan terus ditingkatkan.
TNI AU, katanya, sangat membutuhkan bom jenis ini. Baik sebagai sarana latihan maupun untuk keperluan operasi sesungguhnya. Ini mengingat 2020 mendatang akan mulai datang gelombang pertama dari 2 skadron pesawat tempur F16 Viper Blok 72 yang dibeli, yang merupakan varian tercanggih dari keluarga F16 buatan USA.
BNL-250 disebut Ricky memiliki spesifikasi yang sama persis dengan MK82. Yang membedakan hanya aerodinamis designnya saja. Jika melihat MK82, hulu ledak BNL-250 akan mampu diisi 87-89 kilogram peledak jenis tritonal minol berupa TNT sebesar 80 persen dan alumunium sebesar 20 persen. Dengan campuran ini, daya ledak bom akan meningkat 18 persen dibanding bom biasa.
Bom ini diperuntukkan sebagai anti personel, anti tank, serang darat, dan serang bangunan, dengan efek lethal mencapai luas 2.400 meter persegi. Umumnya bom ini dilepaskan dari pesawat tempur dalam kecepatan rata-rata 400 knot. "Bom jenis ini sebelumnya banyak digunakan saat perang teluk," katanya.
EmoticonEmoticon