Showing posts with label TNI-AU. Show all posts
Showing posts with label TNI-AU. Show all posts

Dua Pesawat TNI AU Digunakan untuk Teknologi Modifikasi Cuaca

January 04, 2020 Add Comment
05 Desember 2019

Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mengalihkan hujan dari Jabodetabek (all photos : BPPT)

Hujan yang terus mengguyur wilayah Jabodetabek membuat Jakarta dan kota di sekitarnya dilanda banjir. Untuk mengantisipasi banjir besar, BPPT akan melakukan modifikasi cuaca.

Cegah banjir Jakarta dan sekitarnya berulang, pemerintah akan melakukan rekayasa cuaca. Caranya, dengan menebar garam ke awan-awan pada Jumat (3/1/2020).

Sebanyak 6-8 ton NaCl diangkut empat penerbangan per hari yang digunakan dalam pelaksanaan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mengurangi curah hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.


Aplikasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), selanjutnya mulai dimanfaatkan dengan tujuan mampu mengurangi intensitas curah hujan di wilayah Jakarta.

"Pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca untuk meminimalkan dampak bencana banjir di Jabodetabek dengan upayakan redistribusi curah hujan dengan mengurangi instensitas hujan yang turun"

Hari Sabtu (4/1), tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang terdiri dari BPPT RI, TNI AU, BNPB Indonesia, BMKG melakukan penyemaian awan di wilayah barat dan utara Jabodetabek untuk mereduksi curah hujan yang tinggi.


Pada operasi hari Sabtu tim TMC membawa 6.400 kilogram bahan semai. Kami berharap dengan adanya kolaborasi dari lembaga lembaga pemerintah, banjir di Jabodetabek bisa diatasi.

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca, hari Sabtu (04/01) memasuki hari kedua pelaksanaan. Hingga kini pun telah dilakukan sebanyak 8 kali sorti penerbangan, utk menyemai awan berpotensi hujan, di luar wilayah Jabodetabek.

Dikatakan Kepala BPPT RI Hammam Riza, Operasi TMC ini pun berfokus pada awan-awan yang diperkirakan masuk DKI, agar dapat disemai sebelum masuk ke wilayah DKI dan sekitarnya.


Operasi TMC dilakukan dengan menggunakan dua pesawat, CN 295 A-2901,dan CASA 212 A-2105, yg diterbangkan pukul 12 siang.

CN 295 membawa bahan semai 2.400 Kg, menuju Barat- Barat Daya Jabodetabek. Untuk CASA 212 membawa 800 Kg bahan semai, menuju Selatan Jabodetabek.

Hasilnya alhamdulillah, hujan terjadi di area penyemaian, seperti di atas Selat Sunda, dan Kepulauan Seribu.

(BPPT)

Yak-130 For TNI-AU?

January 01, 2020 Add Comment
02 Januari 2020


Yak-130 and Sukhoi Flanker family (photo : Aleksey Vlasov)

It has been said that while the Indonesian Air Force (TNI-AU) is happy with its South Korean made KAI T-50i Golden Eagle Advanced Jet Trainer/ Lead-in Fighter Trainer (AJT/LIFT), there has been indication that the aircraft might not be able to address training needs of future pilots destined to fly its yet to be procured KNAAPO built Sukhoi Su-35 Super Flanker multi role combat aircraft (MRCA).

The T-50i was developed based on the design of LockheedMartin F-16 Fighting Falcon hence it is a natural options for countries which operate the F-16 and its spin off variants including the soon to be developed KAI KF-X fifth generation fighter.

Using Western made or Western inspired AJT/LIFT platform still works well with Russian jet operators. The Royal Malaysian Air Force (RMAF) uses the Aermacchi MB-339AM to train Mig-29 pilots while Alenia MB-339CM to train Su-30MKM pilots. Despite its vintage design that stems back to the development of MB-326 jet trainer, an obviously of late 1950’s design, the adoption of open architecture and flexibility of its cockpit design means that the Italian trainers could be used to train most of the pilots that flies 4.5 generation combat aircraft.

Su-35 is single seater, T-50i as LIFT platform doesn't match with Russian system (photo :  Randommization)

MB-339 and its further development, the Russo-Italian Yak/AEM-130 were conceived with the realisation that the cockpit layout should be as general as possible so that any pilots could transition from it into any sorts of aircraft.

Despite both the Russians and the Italians parting ways which spawned the respective Irkutsk built Yakovlev Yak-130 (NATO Reporting Name: Mitten) and Leonardo M-346 Master, they still maintain the concept of open architecture which allows both of the aircraft to penetrate larger market.

The Yak-130 is the leading contender in the RMAF Light Combat Aircraft (LCA) project, followed closely by the M-346 and the FA-50.

Yak-130 and its equivalent might soon becomes the region’s standard training platform after Myanmar and Laos proudly inducted the aircraft into their services. The Singaporean is the only operator of the M-346 in the region.

These aircraft will butt heads with the T-50/FA-50 currently in service with Indonesia, Thailand and the Philippines. It will all now depends on whether Malaysia, Vietnam and Indonesia will eventually bought the Yaks afterall.

(MFH)

Versi Kombatan "Elang Hitam" Mampu Terbang Sejauh 250 Km dan Bawa Rudal 300 Kg

December 30, 2019 Add Comment
30 Desember 2019


Prototipe pesawat udara nirawak "Elang Hitam" akan dibuat empat pesawat (photo : Antara)

Drone Buatan Indonesia Mampu Terbang Sejauh 250 Km dan Bawa Rudal 300 Kg

BANDUNG - Pesawat udara nirawak (Puna) Medium Altitude Long Endurance (MALE) bernama Elang Hitam atau Black Eagle yang dibuat oleh enam lembaga dan BUMN ini memiliki sejumlah kelebihan.

Drone buatan anak bangsa yang rencananya mulai beroperasi pada 2024 mendatang ini mampu terbang sejauh 250 kilometer dengan membawa peluru kendali (rudal) seberat 300 kilogram.

Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Elfien Goentoro mengatakan, pesawat nirawak ini mampu terbang dengan maximum endurance 30 jam dalam perhitungan maximum cruising speed 235 km/jam.Tak hanya itu, pesawat yang dikendalikan dari jarak jauh ini mampu terbang sejauh 250 km. Namun, pesawat ini hanya mampu membawa beban sekitar 300 kg. Beban ini rencananya bisa dipakai untuk kebutuhan militer seperti membawa misil atau rudal.

Elang Hitam versi militer (graphic : BPPT)

"Tetapi untuk tahap awal bukan untuk kombatan. Tetapi bisa dipakai untuk kebutuhan pengawasan dari udara seperti ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing," jelas dia, Senin (30/12/2019).

Pesawat ini memiliki lebar 16 meter, panjang 8,65 meter, dan tinggi 2,6 meter. Saat take off, pesawat bisa mengunakan landasan sepanjang 700 meter. Sedangkan saat mendarat (landing) bisa pada landasan sepanjang 500 meter. Kemampuan ini hampir mirip dengan pesawat N212 buatan PTDI yang dibuat untuk bandara perintis.

Menurut Kepala BPPT Hammam Riza, pesawat nirawak ini diperlukan untuk membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara yang sangat efisien dan dapat mengurangi potensi kehilangan jiwa karena dioperasikan tanpa pilot.

Misssion system UAV Elang Hitam (photo : Angkasa Review)

Dengan kemandirian ini, diharapkan PUNA MALE buatan Indonesia dapat mengisi kebutuhan skadron TNI AU dalam mengawasi wilayah NKRI melalui udara. Selain itu, dapat menumbuhkembangkan industri dalam negeri yang sesuai dengan mandat Undang-Undang No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. "Produk ini diharapkan mengisi kebutuhan impor nasional. Sehingga menjadi negara mandiri dan kompetitif," imbuh dia. (SindoNews)


BPPT-PT DI buat tiga lagi prototipe pesawat nirawak MALE hingga 2024

Bandung (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Dirgantara Indonesia serta institusi lain yang tergabung dalam Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) akan membuat tambahan tiga prototipe pesawat udara nir awak (PUNA) atau drone tipe medium altitude long endurance (MALE) yakni PM-2, PM-3 dan PM-4 pada periode 2020-2024. 

"Kita akan buat tiga lagi prototipe PUNA MALE dalam periode 2020-2024," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro di dalam acara Roll Out PUNA atau drone tipe MALE di PT DI Bandung, Jawa Barat, Senin.

Ground Control Station UAV Elang Hitam (photo : Angkasa Review)

Konsorsium itu beranggotakan BPPT, Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara sebagai pengguna, Institut Teknologi Bandung sebagai mitra perguruan tinggi, PT DI sebagai mitra industri pembuatan pesawat, PT LEN Persero yang mengembangkan sistem kendali dan muatan, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 

Prototipe PM-1 telah diluncurkan di PT DI pada Senin (30/12) yang mampu terbang terus menerus selama 24 jam dan ditargetkan bisa terbang perdana pada 2020. 

"Drone ini targetnya adalah bisa take off dan landing sekitar 700 meter dengan ketinggian sekitar 20.000 kaki dengan kecepatan maksimum 235 km/jam," ujarnya.

"Untuk PM-4 itu targetnya dilengkapi sertifikatnya pada tahun 2024 untuk sudah berupa pesawat drone yang sudah bisa kombatan," tuturnya.

Elang Hitam MALE UAV (graphic : Sindo)

Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe mengatakan mesin akan dipasang pada prototipe PM-1 dalam waktu sepekan ke depan. Wahyu menuturkan prototipe kedua PUNA MALE dikembangkan untuk mendapatkan sertifikasi pada 2020. 

PUNA MALE ketiga atau PM-3 dikembangkan untuk uji statis atau kekuatan struktur pesawat yang kemungkinan diuji di Serpong. 

Sementara PUNA MALE keempat atau PM-4 untuk mendapatkan sertifikat tipe dari Kementerian Pertahanan RI. Sertifikat tipe adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan kelaikudaraan sesuai peraturan penerbangan sipil. 

Prototipe PUNA MALE keempat akan mampu mengakomodasi misi kombatan dengan membawa sekitar 300 kg muatan, misalnya diperlengkapi dengan rudal. 

PUNA MALE kedua akan diipasang radar apertur sintetis dan kamera yang sifatnya bukan kombatan tapi lebih mengarah untuk mendukung kegiatan intelijen, pengawasan, pengintaian dan penargetan. Sementara PM-4 akan terbang dengan dilengkapi peralatan alutsista. 

"Kita mau supaya satu pesawat tapi bisa mengangkut berbagai macam misi," ujarnya. (Antara)

Raytheon has Contracted AIM-120 AMRAAM Delivery to the US and 22 Countries, Including Indonesia

December 29, 2019 Add Comment
30 Desember 2019


AIM-120C7 AMRAAM (photo : almrsal)

Raytheon Missile Systems Co., Tucson, Arizona, has been awarded a $768,283,907 non-competitive fixed-price incentive (firm) contract for Advanced Medium Range Air-to-Air Missile (AMRAAM) Production Lot 33. This contract provides for the production of the AMRAAM missiles, captive air training missiles, guidance sections, AMRAAM telemetry system, spares and other production engineering support hardware.  

Work will be performed in Tucson, Arizona, with an expected completion date of Feb. 28, 2023. This contract involves unclassified foreign military sales to Australia, Belgium, Canada, Denmark, Indonesia, Japan, Kuwait, Morocco, Netherlands, Norway, Oman, Poland, Qatar, Romania, Saudi Arabia, Singapore, Slovakia, South Korea, Spain, Thailand, Turkey and United Kingdom, which accounts for 47% of the contract value. 

Fiscal 2018 Air Force and Navy procurement funds in the amount of $21,606,031; fiscal 2019 Air Force and Navy procurement funds in the amount of $356,753,259; fiscal 2020 Navy procurement funds in the amount of $4,212,839; fiscal 2019 Air Force research and development funds in the amount of $7,343,150; fiscal 2020 Air Force and Navy research and development funds in the amount of $10,295,601; fiscal 2020 Air Force operation and maintenance funds in the amount of $1,404,956; and foreign military sales funds in the amount of $366,668,071 are being obligated at the time of award. The Air Force Life Cycle Management Center, Air Dominance Division Contracting Office, Eglin Air Force Base, Florida, is the contracting activity (FA8675-20-C-0033).

(US DoD)

F-16 TNI AU Siap untuk Misi BVR dan Penyerangan Presisi di 2020

December 22, 2019 Add Comment
22 Desember 2019

F-16 nomor seri TS-1640 dilengkapi dengan targeting pod dan rudal jarak jauh (photo : Indonesian_Airforce)

Melihat laman instagram Indonesian_Airforce meskipun statusnya adalah Unofficial Account of Indonesian Airforce (TNI AU) pada gambar yang diposting pada hari Sabtu (21/12) terlihat satu foto baru dari pesawat F-16 TNI AU.

Di hanggar pesawat F-16 di Skadron Udara 3 Iswahjudi, Madiun, pesawat F-16C/D bernomor seri TS-1640 terlihat menenteng rudal AGM-65 Maverick dan dilengkapi Sniper targeting pod, kemudian di depan pesawat telah siap rudal Beyond Visual Range jenis AIM-120 AMRAAM. Lalu bagaimana menjelaskannya ?

Saat ini di Skadron Udara 3 Madiun dalam 1 skadron terdiri dari 2 tipe pesawat yaitu F-16A/B yang sedang melaksanakan MLU dan F-16C/D block 52ID hasil hibah AS dan telah  menjalani upgrade terlebih dahulu di Hill AFB dulu sebelum kedatangannya.

Targeting pod merupakan peralatan untuk menuntun kepada target dalam misi serangan ke darat agar bom presisi dapat sampai tepat sasaran ke target tersebut. Lockheed Martin Sniper adalah pod penargetan yang berfungsi untuk memberikan identifikasi target positif, pelacakan otonom, pemberian koordinat GPS, serta panduan bagi senjata presisi dari jarak jauh.

Pesawat F-16A/B setelah menjalani program MLU (Mid Life Update) akan menggotong targeting pod buatan Lockheed Martin yang telah dilengkapi dengan sensor FLIR (Forward Looking Infra Red), kamera TV dan pengarah laser ini, sedangkan F-16C/D block 52ID belum ada program untuk ini. Sampai saat ini belum ada pesawat F-16A/B hasil MLU yang selesai, sehingga Sniper targeting pod ini dipinjamkan dulu sementara ke pesawat F-16C/D. Dengan targeting pod, pesawat TNI AU dapat mulai dipasang bom presisi semisal GBU series atau JDAM yang mungkin segera akan dipesan.

Pesawat F-16C/D block 52ID memilik radar AN/APG-68 memang telah mampu menghadapi misi BVR dan mengusung rudal AMRAAM, berbeda dengan F-16A/B dimana perlu peningkatan dengan paket MLU, jadi pada Fire Control Radar Westinghouse AN/APG-66 (V2) akan dilengkapi dengan pengolah data sinyal yang sama sekali baru. Ini memungkinkan mode track-while-scan hingga sepuluh target yang berbeda serta kemampuan six-on-six pada rudal AIM-120 AMRAAM. Fitur lain termasuk peningkatan 25% dalam jangkauan deteksi dan pelacakan.

AIM-120 AMRAAM sendiri adalah rudal bertipe active radar homing dimana rudal berisi transceiver radar dan elektronik yang diperlukan untuk menemukan dan melacak targetnya secara mandiri, artinya setelah pesawat tempur melepaskannya maka rudal akan dipandu dari radar pada rudal itu sendiri untuk mencapai targetnya.

Pada bulan Maret 2016 lalu DSCA menyetujui penjualan 36 rudal AIM-120C7 AMRAAM kepada Indonesia. Jika satu pesawat F-16 membawa 2 rudal ini, maka ada 18 pesawat F-16 yang dapat dilengkapinya, artinya selain 10 pesawat F-16A/B ada 6 lagi pesawat F-16C/D yang dapat membawa rudal berjarak 120km ini.

Jadi pesan yang ingin disampaikan dari foto tersebut adalah bahwa pesanan rudal AMRAAM telah tiba, Sniper targeting pod telah tiba juga, sehingga pada tahun 2020 TNI AU telah siap mengemban misi Beyond-Virtual-Range dan misi penyerangan presisi, kita tunggu saja jenis apakah munisi presisi yang akan dipesan oleh TNI AU.

(Defense Studies)

Rusia Tegaskan Kontrak Pembelian Su-35 Dengan RI Masih Berlanjut

December 18, 2019 Add Comment
19 Desember 2019


Sukhoi Su-35 (photo : Sputnik)

JAKARTA - Rusia menyatakan, kontrak pembelian jet tempur Su-35 masih berlangsung. Moskow mengatakan bahwa kontrak pembelian 11 Su-35 sangat komplek dan rumit dan kedua pihak tengah bekerja untuk menyelesaikan prosesnya.

Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Oleg V.Kopylov mengatakan, kontrak sudah diteken pada Februari 2018. Tapi, paparnya, terdapat banyak bab di dalam kontrak tersebut dan mungkin banyak turunan kontrak atau perjanjian.

"Karena ini turut membahas mengenai teknologi, pertukaran personel yang akan merawat jet tempur tersebut, jadi ini adalah dokumen yang sangat rumit," ucapnya pada Rabu (18/12/2019).

"Kami sadar pihak Indonesia ingin membeli jet tempur ini untuk menjaga keamanan nasional negara tersebut dan kami mendengar banyak konfirmasi dari pemerintah dan militer Indonesia bahwa pihak Indonesia tertarik untuk membeli jet tempur ini. Jadi, kita tidak terburu-buru, kita tidak menekan, kita tidak mendikte aturan kita kepada teman dan kolega Indonesia kita," sambungnya.

Dia lalu mengatakan bahwa pihaknya menyadari ada beberapa negara yang menentang kerja sama militer dan teknis antara Indonesia dan Rusia. Tapi, dia menuturkan, dalam hal pembelian senjata, kebijakan pemerintah Indonesia sangat bijaksana dan adil.

"Sisi Indonesia bekerjasama dengan banyak negara, termasuk dengan Rusia. Kami memahami ini, karena perdagangan senjata adalah masalah bisnis, di sana ada pedagang dan pembeli, ada penawaran dan permintaan, dan jika Indonesia memutuskan untuk memilih jet tempur kami untuk mempertahankan keamanan nasionalnya, ini adalah keputusan Indonesia," ujarnya.

Kopylov menambahkan, Moskow menikmati kerjasama militer dan teknis dengan Jakarta dan siap mendukung dan menawarkan kepada Indonesia peralatan militer canggih buatan Rusia.

(SindoNews)