SWOT ANALYSIS SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI JAMBI
Oleh Dion Eprijum Ginanto, S.Pd
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menajadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (UU RI No. 20 Th 2003 Pasal 50 Ayat 3) Petikan ayat di atas adalah yang menjadi sumber rujukan dan dasar dari pemerintah untuk berupaya menghadirkan sekolah bertaraf internasional (SBI) di Indonesia. Ketertinggalan mutu pendidikan di Indonesia ternyata membuat pemerintah terus berupaya mengupayakan untuk mengejar ketertinggalan dan minimal mamapu menyamakan dengan kualitas pendidikan internasional. Oelh sebab itu pemerintah mencoba untuk menciptakan minimal satu satuan pendidikan di setiap daerah di Indonesia yang bertraf internasional.
Isu sekolah Bertaraf Internasional ini menuai tanggapan yang beragam. Ada yang mati-matian membela dan mendukung berdirinya SBI di Indonesia, namun sebaliknya tidak sedikit pula yang menentang keberadaan SBI seperti yang digaungkan pemereintah. Bagi mereka yang mendukung SBI merka berdalih bahwa Indonesia sudah saatnya untuk memiliki sekolah yang diakui oleh dunia internasional. Namun bagi mereka yang menolak mereka berdalih Indonesia masih belum siap untuk memiliki Sekolah Bertraf Internasional, dengna alasan daripada dana APBN dihamburkan untuk membangun SBI, lebih baik untuk digunakan dalam upaya pemerataan pendidikan di pelosok tanah air.
Lalu bagaimana dengan Jambi? Apakan Jambi sudah siap untuk mendirikan Sekolah Bertaraf Internasional atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)? Sampai tulisan ini ditulis, di Jambi sudah ada beberapa sekolah yang dijadikan pilot project dalam pendirian RSBI dan bahkan dalam waktu dekat akan membangun Sekolah Bertaraf Internasional di kota Jambi. Dalam hal ini menurut saya perlu untuk diadakan analisan SWOT dalam memberikan penilaian apakah Jambi sudah mampu atau belum.
SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats) adalah suatu system analisa yang didesain dan digunakan dalam tahap awal dalam membuka keputusan dan rencana strategis dalam menjalankan perencanaan.. (Johnson and Barton in Gatot Subroto, n.d). SWOT Analisis banyak digunakan oleh beberapa ahli apabila mereka ingin memulai suatu pekerjaan atau ingin mendirikan usaha atau ingin melaksanakan program. Dengan menggunakan analisa SWOT minimal, kita depat melakukan penerlitian sederhana agar mendapat gambaran tentang sesuatu hal yang akan dicoba. Dalam hal ini saya ingin memaparkan tentang analisa SWOT tentang penerapan SBI di Propinsi Jambi. Namun alangkah baiknya apabila kita membahas tentang SBI.
Sekolah Bertaraf Internasional Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah nasional namun mempunyai kurikulum dan aturan yang bertaraf dan diakui dunia internasional. Perbedaan SBI dengan SI (Sekolah internasional) adalah sekolah asing yang didirikan di Indonesia yang diperuntukkan bagi siswa asing yang berada di Indonesia karena mengikuti oran tuanya bekerja. Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah yang dicetuskan oleh pemerintah dan secara resmi tertera pada UU No. 20 Th. 2003 Pasal 50 ayat 3.
Beberapa Ciri Sekolah Bertaraf Internasional adalah sebagai berikut:
- Input siswanya disaring secara ketat, sehingga hanya siswa yang mempunyai kualitas yang tinggi yang dapat masuk ke Sekolah Bertaraf Internasional
- Dalam satu kelas dibatasi 20 s.d 30 orang
- Menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar untuk semua mata pelajaran kecuali pelajaran Bahasa Indonesia. Pembagiannya adalah 25 % bahasa Inggris dan 75 % Bahasa Indonesia. Bahkan dituntut untuk bisa 100% dalam bahasa Inggris.
- Mempunyai fasilitas IT di setiap kelasnya yang dilengkapi dengan fasilitas internet.
- Kemungkinan besar siswa yang orang tuanya kaya yang akan menjadi siswanya, karena biaya sekolah di SBI sangatlah mahal.
- Guru harus mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang memadai, biasanya dibuktikan dengan nilai TOFL > 500
- Mempunyai kurikulum local yang diakui internasional
SWOT Analisa SBI di Jambi Seperti yang telah saya kemukakan di atas bahwa sebenarnya dalam pelaksanaan program baru maka terlebih dahulu harus ada analisa SWOT agar tidak ada permasalahan di kemudian hari. Berikut analisa SWOT penerapan SBI di Jambi menurut penulis:
Strengths (Kekuatan) a. Saat ini di propinsi Jambi sudah mulai mengimlimentasikan anggaran dana 20 %, meskipun dalam implementasinya belum maksimal, namun minimal ada jaminan untuk penerpan anggran dana 20% yang nantinya dapat mendukung SBI.
b. Sekolah Bertarah Internasional mendapat dukungan penuh dari pemerintah propinsi Jambi dan pusat. Karena memang SBI dicetuskan oleh pemerintah.
c. SBI sudah diatur dalam UU Sisdiknas Pasal 50 ayat 3
d. Di Jambi mempunyai area/sekolah untuk dijadikan sebagai Sekolah Bertaraf Internasional
Weaknesses (Kelemahan)a. Belum ada kurikulum yang jelas dalam menerapakan Sekolah Bertaraf Internasional. Surya Darma (2007) menuliskan “Apa kurikulum yang akan diberikan kepada mereka agar ‘berstandar internasional’? Tidak jelas betul karena hanya disebutkan rumusnya adalah SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan sedangkan X hanya disebutkan sebagai penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO. Sekolah-sekolah yang mengadopsi atau berkiblat pada standar internasional seperti Cambridge atau International Baccalaureate (IB) adalah sekolah-sekolah yang memang dirancang untuk mempersiapkan siswa-siswa mereka agar dapat melanjutkan ke luar negeri. Dengan sistem kurikulum tersebut siswa mereka memang dipersiapkan untuk dapat belajar di luar negeri. Menjadi pertnayaan adalah apakah setiap siswa SBI akan melanjutkan studi ke lua negeri?
b. Tidak semua guru di Jambi memiliki kemampuan bahasa Inggris yang memadai, contohnya guru Matematika, Fisika, Kimia dll, jangankan untuk menjelaskan materi dengan menggunakan bahasa Inggris, menggunakan bahasa Indonesia pun terkadang masih kesulitan. Dikhawatirkan akan terjadi kesalahpahaman pemahaman murid, karena mungkin ada kesalahan dalam menjelaskan materi menggunakan bahasa Inggris. Asumsi saya adalah jangankan untuk mendapatkan nilai TOEFL > 500, untuk test TOEFL aja saya yakin guru di Jambi mayoritas belum pernah melakukannya.
c. SBI dalam implementasinya cenderung meminta sumbangan wali murid dengna biaya ang tidak sedikit. Sehingga anggapannya adalah hanya siswa yang kaya saja yang bisa mersakan SBI.
Opportunities (Peluang)a. Di Jambi ada LSM/NGO, Fakultas FKIP (UNJA dan IAIN), Litbang Diknas yang siap memberikan pelatihan dan diklat untuk guru-guru yang akan mengajar di SBI, terutama untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris.
b. Kurikulum Gontor bisa dijadikan referensi utnuk menjalankan kurikulum SBI, Ana (2009) Gontor itu usianya sudah 82 tahun, tapi baru diakui ijazahnya oleh pemerintah pada th 2005 waktu presiden Gus Dur), karena selama itu gontor tidak pernah mau mengikuti kurikulum depdiknas. Tapi dunia internasional sudah mengakui ijazah gontor sejak tahun 1950-an. Sistem di sana 2 minggu berbahasa arab dan 2 minggu berbahasa Inggris (bahasa Indonesia boleh tapi sedikit, bahasa daerah dilarang) pelajaran agama disampaikan dalam bahasa arab, pelajaran umum (matamatika, fisika, geografi dll) disampaikan dalam bahasa Indonesia. Pelajaran bahasa Inggris disampaikan dalam bahasa inggris. Kurikulum yang diterapkan tersebut ternyata efektif, hal tsb dibuktikan dengan banyaknya santri gontor yang lolos dalam seleksi beasiswa misalnya di timur tengah, Mesir, AS dan Australia.
c. SBI akan semakin mudah untuk diterapkan karena mulai sekarang pemerintah daerah telah menunjuk beberapa sekolah untuk dijadikan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Threats (Ancaman) a. Adanya kecemburuan sosial, kecemburuan ini dapat terjadi antara guru SBI dengan guru non SBI, siswa dengan siswa, sekolah dengna sekolah.
b. Dikhwatirkan siswa akan menertawakan guru yang mengajar dalam bahasa Inggris, dikarenakan guru akan terbata-bata dalam mengajar dan bahkan siswa akan lebih gasih berbahasa Inggris dari pada guru-guru non pengajar bahasa Inggris.
c. Mengurangi rasa cinta tanah air peserta didik. Ada pendapat beberapa ahli bahwa konsep SBI merupakan neo kolonialisasi, karena dengan SBI mereka memaksa Indonesia untuk mengadopsi kurikulum mereka. Selaian itu, keseringan menggunakan bahasa Inggris sedikit banyak akan mengurangi rasa cinta tanah air. Yang lebih ironis adalah konsep SBI akan menutup peluang siswa miskin utnuk mendapat fasilitas memadai sebagaimana layaknya siswa SBI.
d. Akan ada tuntutan dari sekolah di pelosok karena merasa kurang mendapat perhatian, disebabkan anggaran dana pendidikan banyak terserap untuk SBI.
Dari analisa SWOT di atas terlihat bahwa masih ada beberapa sisi kelemahan dan ancaman dalam pelaksanaan SBI. Oleh karena itu penulis memberikan alternative saran apabila memang pemerintah Jambi akan mendirikan SBI atau melanjutkan RSBI yang mulai dirintis:
Input harus benar-benar dari siswa yang berprestasi, tidak boleh dibatasi pada orang aya saja. Pemerintah harus memberikan beasiswa dan atau membebaskan biaya sekolah bagi siswa kurang mampu.
Harus ada seleksi ketat bagi calon guru SBI, Yang paling penting adalah calon guru harus berprestasi dan menunjukkan loyalitas mendidik yang tinggi. Dalam hal ini tidak berarti guru senior yang lebih mempunyai peluang untuk menjadi guru SBI. Proses terbuka dan fair dalam perekrutan guru harus dilakukan oleh pemerintah
Kurikulum tidak harus mengadopsi dari luar negeri, karena pada hakekatnya kurikulum diciptakan untuk kemaslahatan dan untuk keperluan dalam negeri. Kurikulum local yang berstandar internasional dirasa lebih arif daripada harus berinduk pada kurikulum luar.
Pemerintah daerah, propinsi dan pusat harus dapat bekerja sama secara sinergis, jika perlu pemerintah membuat lembaga independent untuk mengawasi pelaksanaan SBI.
Tidak perlu menggunakan full bahasa Inggris, karena pada hakekatnya tidak semua siswa akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. Maka bahasa Inggris yang digunakan guru-guru dalam mengajar akan sia-sia. Cukup dalam hal ini untuk benar-benar meningkatkan mutu guru bahasa Inggrisnya saja. Atau jika perlu mempekerjakan satu atau dua orang tenaga guru asing lebih efektif dari pada harus memaksa semua guru berbahasa Inggris dalam mengajar.
Pemerintah hendaknya tidak terburu-buru dalam mengimplementsikan SBI, dibutuhkan riset dan pembahasan mendalam, hal ini untuk menghindarkan ketidak berhasilan program ini ke depan.
Pemerintah daearah hendaknya mampu bekerjasama dengan univeristas kuar negeri dalam memberikan beasiswa kepada siswa sebagi follow up siswa yang telah lulus dari SBI.
Akhirnya secara pribadi saya sangat mendukung hadirnya SBI di Jambi, namun implementasinya tidak harus terburu-buru. Diperlukan penjajakan dan research pendahuluan sebelum benar-benar mengimplementasikannya. Akan lebih bijaksana apabila pemerintah daerah dapat melakukan pememerataan pendidikan hingga ke pelosok desa di Jambi, baru kemudian sambil merancang SBI dengan lebih visioner. Bravo Pendidikan Jambi….
*) Penulis adalah Guru Bahasa Inggris di SMA N 1 BATANGHARI